Bayak Bondowoso layaknya Bandung Bondowoso. Karena saat itu Made Bayak mengajak penari Legong yang merupakan sebuah tarian klasik khas Bali, Hanya saja dalam penempilannya kali itu ia mengikat penari dan penabuh gamelan menggunakan plastik. Itu dilakukan tak lain adalah sebagai simbol bahwa budaya kita hari ini dicemari oleh limbah plastik.
Pada Biennale Jogja ini, I Made Bayak membawa satu isu yang telah lama ia tekuni. Ialah persoalan sampah plastik. Karenanya, di area depan gedung Jogja National Museum ia membuat karya yang merupakan satu analogi simbol dan bangun Candi ataupun piramid dari sampah plastik itu menjadi jejak dan simbol peninggalan manusia hari ini. Kepiawaiannya dalam membangun candi itulah yang membuatnya pantas dijuluki sebagai Bayak Bondowoso.
Dalam membangun candi, ia melakukannya dari memungut wujud sampah yang terkecil, baik yang dihasilkan oleh individu, kemudian berkembang menjadi sampah keluarga, komunitas dalam suatu desa, hingga membentuk kumpulan yang lebih besar seperti suatu wilayah kabupaten kota atau provinsi, dan demikian selanjutnya sehingga semua menjadi masalah yang jauh lebih besar (secara global).
Melihat alur dari fenomena sampah yang sejatinya juga tak bisa lepas dari kehidupan lingkup kecil seputar kita itu, tak pelak membuat kita hany bisa menyajikan senyum-masam. Pasalnya jika mengingat perilaku orang-orang di seputar kita, toh semua menginginkan wilayahnya masing- masing bersih dari sampah, hanya saja dengan tanpa sadar selalu mengotori wilayah lain karena tidak ada yang mau mengeluarkan biaya untuk mencari solusi masalah lingkungan ini.
Dengan berbagai alasan nyata yang sangat mudah dijumpai seperti itulah Bayak Bondowoso selalu mengusung karya-karyanya yang tak jauh dari wujud sampah plastik seperti ini.
Made Bayak yang saat ini tinggal dan bekerja di Bali merupakan seniman seni-rupa yang menempuh pendidikan seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Karya-karya yang disajikan Made Bayak dikenal dengan proyek Plasticology, yaitu project yang tak jauh dari olahan sampah-sampah yang kemudian menjadi instalasi seni.
Dengan Plasticology, Bayak telah banyak melakukan presentasi publik dan lokakarya di berbagai tempat, baik di Indonesia pun di manca negara. Selain itu, Bayak juga telah mengikuti berbagai gelaran seni. Di antaranya adalah Bruised: Art Action and Ecology in Asia, RMIT Gallery, Melbourne (2019), Kuasa Ingatan, Festival Arsip IVAA, PKKH UGM, Yogyakarta (2017), Encounter, Southeast Asia Plus (SEA+) Triennale, Galeri Nasional (2016), dan program residensi Uncensored, ruangrupa, Jakarta (2004). []