Di usia pertamanya Program Explanatory 2023 berkembang menjadi salah satu mata program dari performa•ARTJOG, yang secara pertunjukan ia langsung merespon karya seni rupa di ruang gallery untuk kemudian menciptakan karya seni baru. Dengan kata lain dapat dipaparkan pula bahwa Program Explanatory Artjog 2023 kali ini tetap hadir dengan mengedepankan semangat menciptakan sinergi antara seni rupa dengan seni pertunjukan.
Kehadiran Program Explanatory Artjog 2023 ini sukses memfasilitasi 4 seniman, baik individu maupun kelompok, yaitu Deni Septyanugroho dari Wonosobo yang merupakan seniman difabel netra, Abi Muhammad Latif dan Dayu Prisma dari Studio Klampisan Banyuwangi, Arief Wicaksono dari komunitas Ba(wa)yang Jogjakarta, dan Densiel Prisma Y Lebang dari Jakarta.
Dimulai dari bulan Juli 2023 silam, keempat seniman terpilih dalam program Explanatory ARTJOG 2023 ini telah melakukan dialog, riset, serta proses kreatif penciptaan karya, untuk kemudian mampu merespon karya rupa yang terpajang di dalam beberapa ruang gallery ARTJOG 2023 sebagai sebuah bentuk seni pertunjukan baru.
Bentuk seni pertunjukan baru dalam program Explanatory ARTJOG 2023 tersebut selanjutnya dipresentasikan pada hari Jumat dan Sabtu, tanggal 18 dan 19 Agustus 2023, pukul 19.30 WIB.
Deni Septyanugroho bersama Persatuan Tunanetra Indonesia akan menampilkan sebuah pertunjukan yang merespon Wirid Visual Bambang Ekolojo karya Butet Kartaredjasa. Pertunjukan ini menghadirkan respon tiga performer netra, yaitu Rizka Yunita a.k.a Rizka Rinonce, Robi Agus Widodo, serta Fauzi Muhammad Haidi melalui puisi, musik, dan monolog. Mengeksplorasi konsep tentang nusantara, karya ini menampilkan wirid netra dalam bentuk braille yang telah menempuh proses penciptaannya sejak 18 Juli 2023 lalu.
Densiel Prisma Y. Lebang menyajikan pertunjukan tari yang mengeksplorasi ruang personal dan rasa keterasingan dalam instalasi ‘Seperti Laut yang Gelap dan Misterius’ karya Ipeh Nur Beresyit. Pertunjukan ini mengeksplorasi konsep spasialitas yang mencerminkan hubungan dinamis antara struktur ruang dalam masyarakat dan dampaknya terhadap individu. Ditampilkan dalam instalasi lorong dan gua, pengunjung akan secara langsung mengalami interaksi antara tubuh dan ruang yang sekaligus menciptakan pengalaman unik dalam menikmati sebuah performans.
Pertunjukan oleh Studio Klampisan menampilkan performans teatrikal merespons karya ‘Au Loim Fain’ oleh Romi Perbawa. Merefleksikan kisah tragis buruh migran serta nasib serupa yang dialami oleh banyak pekerja migran Klampisan, mereka akan menampilkan pertunjukan dramaturgi Layat, sebuah pertunjukan berdurasi panjang yang melibatkan partisipasi audiens melalui proses menjahit. Karya ini berupaya mengenang kisah tragis para pekerja migran, baik mereka yang berhasil kabur dan selamat, atau mereka yang pulang tak bernyawa.
Arief Wicaksono yang merupakan difabel wicara akan merespon karya Evi Pangestu berjudul ‘Forced Interaction’, sebuah lukisan berwarna mencolok dengan benda tiga dimensi menyeruak dari balik kanvas. Seniman difabel ini memandang bahwa karya Evi mengeksplorasi sebuah konsep vital yang memberikan titik reflektif terhadap kondisi dirinya. Sesi pertunjukan ini akan menyandingkan konsep pemberontakan dan kontrol dalam karya lukis Evi yang diam dengan respons personal Arief tentang konsep keterbatasan melalui performans gerak tubuh.
B.M. Anggana atau akrab pula dengan panggilan Eng sebagai kurator dari program performa ARTJOG 2023 kali ini mengungkapkan bahwa program Explanatory Artjog 2023 kembali menghadirkan formasi yang lebih mengedepankan inklusivitas serta kesetaraan akses. Hal ini dilakukan dengan harapan agar semangat yang memang telah dimulai dalam program Explanatory tahun 2022 lalu bisa lebih dilebarkan akses serta partisipasi kawan difabel dalam apresiasi dan penciptaan karya seni baru. Harapan lainnya adalah agar momen ini juga bisa memfasilitasi pertukaran pengetahuan serta proses apresiasi atas keunikan artistik masing-masing seniman. []