Sehubungan dengan Festival Keraton Nusantara ke-13 tahun 2019 (FKN XIII 2019) yang lokasinya dipusatkan di Istana Kedatuan Luwu, Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan, maka pada hari Rabu 4 September 2019 telah disajikan gladi-bersih sekaligus pamitan dengan mempersembahkan penampilkan Defile Prajurit, Beksan Floret dari Kadipaten Pakualaman dan juga Beksan Lawung Ageng dari Kraton Jogja.
Gladhi-resik tersebut sejatinya dapat disaksikan oleh masyaralat umum secara gratis di area Pagelaran Keraton Yogyakarta, namun pada waktu sebelumnya digelar pula acara jumpa-pers. Dalam keterangannya pada press conference tersebut, KPH (Kanjeng Pangeran Haryo) Notonegoro yang berlaku sebagai Penghageng KHP Kridhomardowo Keraton Yogyakarta memaparkan bahwa pada Festival Keraton Nusantara 2019, Keraton Yogyakarta menampilkan Beksan Lawung (Tari Lawung) dengan jumlah penarinya ada 36 orang. Beksan Lawung sendiri merupakan tarian karya asli dari Sri Sultan Hamengku Buwono I atau lebih dikenal dengan nama Pangeran Mangkubumi, yaitu raja pertama di Kasultanan Yogyakarta pada era tahun 1755 hingga 1792.
Beksan Lawung merupakan tarian yang menggambarkan perihal adu ketangkasan para prajurit bertombak yang terinspirasi dari Watangan. Watangan ini merupakan latihan ketangkasan berkuda dan memainkan tombak yang biasa dilakukan oleh Abdi Dalem Prajurit pada masa lalu, dengan gerakan-gerakannya cenderung mengandung unsur heroik, patriotik, dan sekaligus berkarakter maskulin. Beksan Lawung sebagai gambaran dari sosok prajurit yang sedang berlatih perang dengan menggunakan Tombak Tumpul (Lawung) ini merupakan bagian dari Beksan Trunajaya yang terdiri atas Lawung Ageng, Lawung Alit, serta Sekar Medura.
Dapat diketahui bahwa penari pada Beksan Trunajaya kala itu ada dalam Korps Prajurit Nyutra, dengan julukannya sebagai Seksi Trunajaya sebagai pembawa senjata tombak. Spirit prajurit itulah yang menjadi karakter awal dari beksan alias tarian, sehingga menjadi sosok yang heroik, patriotik, namun tetap estetik dan terlihat agung wibawanya.
Format dari tari Lawung Jajar yang dibawakan oleh 36 penari tersebut terdiri dari;
KHP Kridhomardowo Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro juga menuturkan bahwa Beksan Lawung ini dipilih dengan alasan karena. sekali lagi, tema rombongan Keraton Yogyakarta pada helatan Festival Keraton Nusantara ini berkaitan dengan ‘Sri Sultan Hamengku Buwono I’
“Tema rombongan keraton adalah Sri Sultan Hamengku Buwono I yang sarat dengan semangat keprajuritan. Oleh karena itu, tarian yang dipilih adalah Tarian Lawung,” tutur KPH Notonegoro.
Sementara itu tentang konsep dasar dalam pengembangan koreografi dari tarian ini adalah komunal performance, yaitu tarian dipentaskan pada ruang outdoor –yang biasanya di Kagungan Dalem Pagelaran.
Selain menampilkan Tari Lawung, Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro juga memaparkan bahwa Keraton Yogyakarta juga akan mempersembahkan parade/defile prajurit, pameran benda pusaka dan koleksi Keraton Yogyakarta, serta peragaan busana prajurit. Mengenai sajian pameran ini, Keraton Yogyakarta menghadirkan tampilan format digital dari beberapa foto pusaka dan serat, yang semua itu bertemakan pula tentang Hamengku Buwono I. Karenanya, dalam presentasinya ke publik, baik para pengunjung pun para peserta pameran lain akan bisa menikmati koleksi keraton dalam bentuk digital flip book.
Dalam helatan di Sulawesi tersebut, Keraton Yogyakarta juga bakal hadir pada agenda forum diskusi dan musyawarah.
Serupa dengan yang disajikan oleh Keraton Yogyakarta, pada helatan FKN ke-13 tersebut Kadipaten Pakualaman juga menyajikan ragam kebudayaan dan tradisi yang dimiliki. Hal itu sebagaimana diungkapkan oleh Kanjeng Pangeran Haryo Indrokusumo yang merupakan salah satu putera dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Paku Alam VIII.
“Kadipaten Pakualaman juga akan menggelar pameran selama FKN berlangsung. Adapun yang akan disajikan pada pameran tersebut adalah silsilah Pakualaman, foto koleksi kereta, kegiatan-kegiatan dan tradisi adat, serta foto dan display bregada prajurit Kadipaten Pakualaman,” ungkap KPH Indrokusumo.
Dalam keikutsertaannya pada sajian pameran tersebut, busana Adipati Pakualam beserta pernak-perniknya -termasuk di dalamnya adalah segala jenis pakaian adat yang dimiliki Kadipaten Pakulaman juga dipamerkan. Sementara perihal tarian yang disajikan pada Festival Keraton ini, Kadipaten Pakualaman mempersembahkan Beksan Floret yang ditarikan oleh sebanyak 8 penari.
“Beksan ini dibuat oleh Paku Alam IV karena terinspirasi dengan olahraga anggar. Namun demikian, senjata anggar yang digunakan pada saat ini telah disesuaikan dengan standar dari Ikatan Anggar Seluruh Indonesia,” papar KPH Indrokusumo.
Dua delegasi sebagai participant asal Jogjakarta ini tak bisa lepas dari dukungan Kundha Kabudayan a.k.a Dinas Kebudayaan (Disbud) Daerah Istmewa Yogyakarta. Karenanya masih dalam acara preskon yang juga digelar di Pagelaran Keraton Yogyakarta tersebut, Aris Eko Nugroho., SP., M.Si selaku Kepala Dinas Kebudayaan DIY memberikan penjelasan bahwa dukungan dari Disbud DIY ini merujuk pada Amanat Perdais 3 Tahun 2017 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Objek Kebudayaan, khususnya tradisi luhur.
Aris juga menyatakan bahwa persiapan yang dilakukan oleh Disbud dapat dikatakan sudah mencapai angka 90%. Termasuk persiapan perihal fasilitasi akomodasi selama kegiatan berlangsung. Dan sesuai pemaparan Kepala Dinas Kebudayaan tersebut, secara material, mengenai dukungan berujud dana yang digelontorkan pada acara ini adalah sebasr 2M, yang itu sudah termasuk semuanya, baik perihal dana untuk latihan hingga dana pada acara akhir.
“Sampai hari ini sudah melakukan koordinasi dengan pihak penyelenggara di Luwu dan sudah melihat lokasi. Tiket pesawat, hotel, dan transportasi darat sudah dipersiapkan meliputi transportasi keberangkatan, transportasi selama kegiatan berlangsung, serta transportasi kepulangan,” ujar Aris Eko Nugroho.
Delegasi yang diberangkat pada acara Festival Keraton Nusantara XIII tahun 2019 ini totalnya berjumlah 181 orang yang terdiri dari 84 orang delegasi Keraton Yogyakarta, 65 orang delegasi Kadipaten Pakualaman, dan 32 orang perwakilan Dinas Kebudayaan DIY.
Dituturkan pula oleh Aris, bahwa keikutsertaan Keraton dan Kadipaten sebagai partisipant pada acara ini adalah juga sebagai langkah pelestarian budaya, tindak mempererat silaturahmi, sekaligus perekat sesama anak bangsa dalam bingkai kebhinekaan dan dalam wdah NKRI.
“Hadirnya Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman dalam FKN XIII ini merupakan ajang silaturahmi dengan para penjaga budaya perekat bangsa, diharapkan dapat memberikan inspirasi dan dorongan bagi Keraton seluruh nusantara agar berperan aktif menjaga dan merawat kebhinnekaan serta mencegah disintegrasi bangsa di daerahnya masing-masing melalui budaya,” Aris menambahkan.
Dari fungsi dan tujuan tersebut di atas, harapan selanjutnya adalah Keraton pun Kadipaten mampu menjadi pioneer dalam mengatasi masalah-masalah intoleransi.
“Keraton sebagai simbol kultural memiliki sikap akomodatif terhadap perbedaan dan jangkar bagi toleransi di daerahnya,” Aris menutup pemaparannya.
Senada dengan apa yang dipaparkan oleh Aris Eko Nugroho, sejatinya ruh Festival Keraton Nusantara adalah juga menyelaraskan perbedaan adat pun budaya di Nusantara ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan ragam kepesertaan yang hadir pada acara tersebut, Bahwa pameran rutin tahunan se-nusantara ini diikuti oleh berbagai kerajaan di Indonesia, dan lebih dari itu, tak sedikit pula orang-orang manca negara yang hadir pada helatan ini. Bahkan bukan saja dari Asia, melainkan dari Eropa dan lain-lainnya.
Festival Keraton Nusantara awalnya dimulai dari Festival Keraton se-Jawa yang dihelat pada tahun 1992, yaitu di Surakarta – Jawa Tengah. Seiring berjalannya waktu, Festival Keraton se-Jawa tersebut berkembang menjadi Festival Keraton Nusantara pada tahun 1995, dan Yogyakarta merupakan tuan rumah pertamanya. Dari diselenggarakannya hingga saat ini helatan ini masih memiliki maksud dan tujuan serupa, yaitu sebagai ajang untuk mempererat rasa persaudaraan dan silaturahmi antarkeraton di seluruh pelosok nusantara, yang di dalamnya diisi dengan ragam kegiatan, baik berujud persembahan defile, pameran seni dan budaya seperti pakaian adat, tarian, serta koleksi benda pusaka.[]