Kala Rumpang yang dipagut sebagai tajuk pameran ini tak lain juga menjadi sudut pandang sang seniman; Hanafi Muhammad dalam mengamati ragam peristiwa belakangan ini sebagai imbas dari mewabahnya virus COVID-19. “Kala” inilah yang merupakan waktu “jeda” di antara sebelum pandemi dan sesudah pandemi, yang entah hingga kapan adalah waktu untuk mengetahui diri kembali, merefleksikan diri bagaimana sebelum kejadian dari apa yang mungkin terlewat belum atau luput dari pandangan pengamatan kita.
Pameran Kala Rumpang di Museum Dan Tanah Liat ini dibuka langsung oleh St. Sunardi pada hari Sabtu, 3 Oktober 2020, sehingga waktu pembukaan tersebut juga menjadi tanda bahwa pameran ini juga sudah dapat diapresiasi oleh publik sampai dengan hari Sabtu tanggal 17 Oktober 2020.
Museum Dan Tanah Liat atau biasa disebut dengan MDTL yang digunakan untuk berpameran oleh Hanafi kali ini merupakan museum dan galeri seni Ugo Untoro yang letaknya berlokasi di Pedukuhan Kersan, RT 05, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, di mana dalam menggelar pameran seni, MDTL selalu berusaha menampilkan seniman yang sesuai dengan visi & misinya dan di kurasi dan dikuratori langsung oleh Ugo Untoro sendiri. Karena MDTL berjalan dengan sistem “Non Profit”, setiap kali menggelar pemeran seni, biaya pameran di tanggung bersama antara MDTL dan seniman yang berpameran.
Hanafi memaknai bahwa masa Pandemi COVID-19 ini tidak sekedar blackout sesaat dalam peristiwa hidup kita, namun ia mampu berlama-lama melumpuhkan semua sendi-sendi kehidupan: roda kehidupan berjalan lambat, sehari-hari dihabiskan berhadapan dengan peringatan dan aturan-aturan, hidup di bawah protokol kesehatan. Corona virus disease-19 membuat panik, keragaman krisis bermunculan. Krisis ekonomi lebih keras disuarakan ketimbang krisis keadaban.
“Saya lebih percaya keadaban baru. Sebuah kualitas keadaban harus segera ditemukan dalam tata cara kehidupan bersama yang lebih baik. Bagaimana menemukan tata sebelum cara, menemukan tata dari tertib, menemukan kembali tata dari kelola,” ujar Hanafi.
Sementara itu Hari Prajitno selaku kurator yang juga seorang seniman-seni rupa dan pernah berpameran di Perahu Pembawa Tunas & Pelita, Galeri Seni House of Sampoerna, Surabaya itu memaparkan, bahwa baginya, ini merupakan suasana percobaan bagi kita untuk mengkonstruksi kembali.
“Menata apa-apa yang berada di dalam diri yang tertata untuk dikelola sebagai jawabannya pada sesama, tentang persaudaraan sebagai identitas keadaban baru (bukan dalam pengertian “new normal”) sebagai tata cara memberi tanpa nama dan alamat,” jelas Hari Prajitno.
Pada pameran tunggal berjudul ‘Kala Rumpang’ kali ini, Hanafi Muhammad memamerkan 30 karya dengan medium akrilik di atas kertas, 9 karya bermedium akrilik di atas kanvas, serta 2 buku yang masing-masing berisi 12 karya akrilik di atas kertas.
Semua karya Hanafi Muhammad tersebut temanya tak jauh dari perihal pandemi COVID-19 yang juga sebagai ide awal penciptaan karya-karyanya. Bahwa pameran yang diselenggarakan di MDTL ini berusaha menerapkan keadaban yang baru, termasuk di dalamnya adalah acara pembukaan pameran yang dilangsungkan secara terbatas serta sesuai protokol kesehatan, baik menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak antar pengunjung.
Hanafi Muhammad sendiri merupakan seniman yang lahir di Purworejo pada tanggal 5 Juli 1960, dan menempuh pendidikan di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) tahun 1976-1979, di mana ia juga termasuk dalam Top 10 Phillip Morris Award tahun 1997. Sejak 1992, Hanafi telah melakukan pameran lebih dari 100 kali, baik berujud pameran tunggal ataupun pameran bersama, termasuk pameran di manca-negara.
Beberapa pameran bersama yang dilakukan Hanafi Muhammad diselenggarakan dalam perhelatan akbar, seperti di Jakarta Biennale, Jogja Biennale, Art Jog, Manifesto, dan lain-lain. Sementara untuk pameran tunggalnya antara lain adalah The Maritime Spice Road (Amerika Serikat, 2017), Boundless Voyage (Sin Sin Fine Art Hongkong, 2017), Oksigen Jawa (Galeri Soemardja ITB Bandung, 2015), Saat Usia Lima Puluh (Komaneka Fine Art Gallery, 2010), Darkness (Taksu Singapore and Cream, 2007), Home of Images (Museum de art of Girona Spanyol 2007), Study for Distance (One 2 One Gallery Canada, 2001), Som Ni de Miro (Mares del Sur Barcelona, 1999).