Pernyataan sikap tersebut digawangi oleh Mocosik Foundation dan dilakukan oleh sejumlah pihak, baik penulis, komunitas penulis, distributor sekaligus lebih dari 12 penerbit di Yogyakarta yang tergabung dalam Konsorsium Penerbit Jogja (KPJ). Mereka yang mengeluarkan pernyataan sikap melawan terhadap pembajakan buku ini merupakan langkah lanjutan setelah pada waktu sebelumnya secara resmi dilakukan pelaporan kepada pihak berwajib, dalam hal ini salah satunya adalah pihak kepolisian.
Sikap ini dilakukan karena tindakan ilegal dan meresahkan berupa pembajakan buku telah dilakukan oleh oknum- oknum yang tak bertanggung jawab ini seolah justru dibiarkan. Sehingga para pelakunya selain merasa “bebas berbuat” dan berani terang-terangan, akibat tak tersentuh oleh hukum yang berlaku. Di antaranya untuk area Jogja, buku-buku bajakan itu disebar dan dijual secara terbuka di kios-kios buku di kawasan Shoping Center Yogyakarta.
12 penerbit yang menyatakan sikap melawan pembajakan buku di helatan MocoSik Festival itu di antaranya adalah CV Gava Media, Media Pressindo, Pustaka Pelajar, CV Pojok Cerpen, PT Gardamaya Cipta Sejahtera, PT Galang Media Utama, PT LkiS Pelangi Aksara, Penerbit Ombak, PT Bentang Pustaka, CV Kendi, CV Relasi Inti Media, dan CV Diva Press.
“Ini merusak ekosistem penerbitan buku dan merugikan dunia penerbitan. Ini harus dilawan dan dibawa ke muka hukum,” demikian kata Hisworo Banuarli.
Hisworo Banuarli atau kerap disapa Hinu OS adalah salah seorang yang memimpin rekan-rekannya di suatu penerbitan, dengan didampingi oleh sejumlah pengacara dari PBH IKADIN mendatangi Polda Daerah Istimewa Yogyakarta dan memberikan laporan rinci. Berikutnya, berdasar pada laporan tersebut, pihak Kepolisian Daerah DIY mengeluarkan surat No. LP/0634/VIII/2019/DIY/SPKT yang isinya menerima laporan pihak KPJ yang diwakili Hinu OS alias Hisworo Banuarli –yang dalam laporannya menyertakan sejumlah judul buku yang dibajak pihak tak bertanggung jawab di Shoping Center.
Pelaporan tertanggal 21 Agustus 2019 tersebut adalah upaya dari para penerbit di Yogyakarta dalam menyikapi pembajakan buku yang semakin masif dan sifatnya telah terbuka serta tak tau etika. Bahkan beberapa kali telah terjadi, buku belum resmi beredar di toko buku, bajakannya sudah muncul terlebih dahulu di kios-kios buku.
Akibat dari tindakan pembajakan ini, para penerbit yang justru mengolah naskah hingga terbit sebagai buku menjadi kehilangan pendapatannya. Pun yang terjadi dengan para penulisnya. Akibat pembajakan ini, royalti pun tak kunjung tiba di kantongnya.
“Buku itu sebelum terbit melewati proses yang panjang. Di sana ada editor, desainer isi dan sampul, pembaca ahli, dan seterusnya. Penerbit mengeluarkan dana besar untuk pembiayaan-pembiayaan itu. Pembajakan membuat penerbit limbung,” lanjut Hinu.
“Menulis buku itu berat. Jika kau pegawai negeri, gaji bulananmu masih bisa menopang kehidupanmu dan kehidupan keluargamu. Namun, jika kamu hanya mengharapkan royalti buku untuk kehidupan finansialmu, hidupmu pasti akan sialan,” Muhidin M. Dahlan dari Iboekoe sebagai sosok yang hampir semua buku hasil karyanya dibajak di Shoping Center Yogyakarta menambahkan.
Meresahkannya tindakan pembajakan buku ini sudah selayaknya harus dilawan dengan memberikan kepercayaan kepada para penegak hukum guna mengambil tindakan. Ini menjadi moment tepat, yaitu ketika dunia literasi mulai marak dan kembali bertumbuh. Festival buku juga kembali menggeliat. Di Yogyakarta, sebut saja MocoSik Festival, Patjar Merah, Kampung Buku Jogja (KBJ), pun Islamic Book Fair (IBF).
“Sebagai penulis, pemilik penerbitan independen, saya merasakan kerugian yang sangat besar dari praktik jahat pembajakan buku ini. Karena itu, MocoSik Festival turut mengutuk pembajakan buku dan mendukung pelaporan yang dilakukan Konsorsium Buku Jogja (KBJ). Sebab, jika bukan dilawan secara bersama-sama, pembajakan ini bisa mengubah persepsi masyarakat bahwa tindakan jahat dan ilegal itu pekerjaan ‘biasa-biasa’ saja. MocoSik mendukung penuh agar pihak aparat keamanan menindak pelaku-pelaku pembajakan buku itu,” tegas Irwan Bajang selaku CEO MocoSik Festival.
Di lain sisi, Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Yogyakarta yang dipimpin Dr. Ariyanto, S.H., C.N., M.H., melalui Pusat Bantuan Hukum (PBH) IKADIN Yogyakarta, mendukung penuh apa yang dilakukan 12 (dua belas) penerbit yang tergabung dalam Konsorsium Penerbit Jogja. IKADIN di sini adalah pihak yang menjadi pendamping dari 12 penerbit tersebut ke Polda DIY.
Hal itu dilakukan IKADIN karena adanya dugaan tindak pidana kekayaan intelektual hak cipta berupa pembajakan buku berlisensi.
“Ini merupakan wujud komitmen IKADIN Yogyakarta dalam penegakan hukum dalam rangka membangun suasana akademis di Yogyakarta yang fair, bermartabat dan bermoral, mengingat Yogyakarta merupakan kota pelajar dimana para cendekiawan lahir,” jelas Dr. Ariyanto, S.H., C.N., M.H.
Demikian pernyataan sikap melawan pembajakan buku yang marak terjadi dan justru pelakunya masih bisa adem-ayem menjalankan aktivitas ilegalnya. Pernyatan sikap yang dilakukan di helatan Mocosik Festival Yogyakarta, pada tanggal 25 Agustus 2019 itu dihadiri oleh pelbagai pihak-perwakilan, di antaranya adalah sebagai berikut; • Nursam (Penerbit Ombak) • Ariyanto SH (Ketua IKADIN) • Agus Noor (Penulis) • Angga (Lentera Dipantara) • Hairuz Salim (Penerbit Gading) • Hinu OS (Penggerak Konsorsium Penerbit Jogja) • Fawaz Al Batawy (Penerbit Gardamaya) • Irwan Bajang (Direktur Mocosik Foundation) • Sadam (Penerbit Mojok) • Wawan Arif (IKAPI Jogja) • Gusmuh (Penulis) • Artie Ahmad (Komunitas Penulis) []