Mengambil venue yang sama, yaitu di Jogja Expo Center Yogyakarta, MocoSik tetap mengusung semangat yang serupa, yakni mendekatkan buku dan musik.
“Di MocoSik, kami tidak mengarusutamakan buku melebihi musik. Atau, sebaliknya buku mengekor pada musik. Tidak. Keduanya sama rendah, sama tinggi. Baik buku maupun musik berbagi dalam panggung dan waktu yang sama,” ujar Anas Syahrul Alimi, founder MocoSik Festival.
MocoSik adalah festival pertama di Indonesia yang mempertemukan buku dan musik dalam satu panggung besar. Tentu saja, literasi budaya yang coba disasar MocoSik adalah mendekatkan buku kepada para penonton konser dan mengakrabkan insan literasi dan pencinta buku kepada musik, terutama musik Indonesia terkini.
“Yang kami tampilkan di MocoSik tidak hanya musisi ataupun penulis yang sedang naik daun saat ini. Yang berada sangat jauh dan sudah berkarya lebih dahulu di waktu lampau, namun tetap eksis, juga kami berikan panggung yang sama,” lanjut Anas yang juga CEO Rajawali Indonesia, sebuah lembaga promotor musik yang berpengalaman puluhan kali menyelenggarakan konser musik berskala nasional maupun internasional.
Bertema “Buku, Musik, Kamu”, MocoSik #3 ini pada akhirnya adalah usaha yang di satu sisi memersonifikasikan dua pencinta dari dua entitas budaya (baca dan dengar), namun di sisi lain juga menyapa dengan persuasif dia yang rajin baca sekaligus cinta musik.
Menurut Irwan Bajang yang pada MocoSik #3 ini dipercaya menjadi Direktur Program, para penampil dalam tiga hari penyelenggaraan berjumlah lebih kurang 68 orang. “Jumlah itu dua kali lebih banyak dari dua tahun sebelumnya. Artinya, pencinta buku dan penikmat musik mendapatkan suguhan yang beragam dari panggung literasi maupun musik,” jelasnya.
Di panggung musik, misalnya, selain menampilkan Tulus, Yura Yunita, Pusakata, bakal tampil juga musisi-musisi gaek dan legendaris seperti Ebiet G. Ade. Ada pula Dialog Dini Hari, Galabby, NoStress, Sudjiwo Tedjo, Tashoora, Langit Sore, Ecoutez hingga konser puisi cinta yang melow yang “dikonduktori” sastrawan dan sutradara teater Agus Noor.
Lebih lanjut, Irwan Bajang -yang juga pegiat dunia penerbitan buku indie di Indonesia ini- merinci sejumlah nama yang mengisi sepuluh sesi obrolan maupun lokakarya musik, film, dan seni rupa yang memiliki korelasi dengan dunia buku dan literasi. Nama para penampil itu, antara lain Yoris Sebastian, Zen RS, Joko Pinurbo, Eko Prasetyo, Edi Mulyono, Aguk Irawan M.N., Windy Ariestanty, Iqbal Aji Daryono, Mas Aik, Anton Kurnia, Pepeng, Kalis Mardiasih, Hengki Herwanto, Erie Setiawan, Nuran Wibisono, David Tarigan, Okky Madasari dan masih banyak lainnya.
Nama-nama seperti Ugo Untoro, Jumaldi Alfi, Dipo Andy, Samuel Indratma, Dodo Hartoko, Buldanul Khuri menemani para pengunjung festival pada sesi seni rupa yang berbasis buku dan literasi.
Sebagaimana pergelaran MocoSik di tahun kedua, pada penyelenggaraan tahun ketiga ini, ruang pameran seni dihadirkan di antara panggung musik dan bangku obrolan literasi. Yogyakarta yang menjadi salah satu kota seni rupa terpenting di Indonesia memungkinkan ruang MocoSik juga mendapatkan sentuhan seni. “Tema ruang pameran seni MocoSik tahun ini adalah Lini Masa Sastra Indonesia: Lama-Kini,” terang Bakkar Wibowo sebagai Co-founder MocoSik.
Bakkar Wibowo juga menerangkan bahwa Indonesia tidak sebatas hanya dibangun lewat adu kuat bedil, tetapi juga ide. Dengan sastra, dengan teks, Indonesia yang kita proklamasikan pada Agustus 1945 ini pun lahir.
Karena bersifat kilas balik, pameran seni mengingat tonggak-tonggak penting “Ide Indonesia” ini juga didukung sejumlah diskusi, antara lain perihal pendokumentasian dan bagaimana para akademisi dari luar negeri jatuh hati pada (ide) Indonesia.
“Kita menggelar selama tiga hari buku-buku lawasan sastra/humaniora dan artefakartefak dunia musik masa lalu. Kita menggandeng komunitas yang selama ini bermain di buku-buku klasik dan juga Record Store yang berbasis di Yogyakarta,” tutur Bakkar Wibowo.
Hadirnya buku-buku yang bernilai sejarah tinggi dan sejumlah majalah dan rilisan musik dari masa yang jauh, tetapi dikemas dalam sebuah pameran seni, pungkas Bakkar, setidaknya menyodorkan kepada generasi milenial bahwa masa lalu itu asyik dan enggak bikin spaneng apalagi kusam.
Salah satu ciri khas dari MocoSik adalah ketika buku dijadikan bukti tanda masuk. Para penonton diwajibkan membeli buku dengan nominal tertentu sebagai syarat masuk dalam panggung besar konser musik.
“Awal Agustus, ratusan kelompok penerbit yang menjadi peserta pameran besar MocoSik membuka loket tiket presale dengan menampilkan buku-buku produksi di akun media sosial masing-masing. Buku-buku dari penerbit peserta yang bertanda TIKET BUKU MOCOSIK itulah yang bakal menjadi bukti memasuki panggung konser musik yang seru,” jelas Hinu OS, salah satu penanggung jawab pameran buku MocoSik.
Lebih terperinci, Hinu menjelaskan harga tiket presale adalah Rp75.000 (UNTUK SATU HARI). Tiket buku tersebut bisa didapatkan di penerbit-penerbit yang tercatat sebagai peserta.
“Jika buku yang dibeli memiliki nominal 150 ribu rupiah, misalnya, berarti bisa mendapatkan dua tiket. Terserah pembeli, apakah tiket untuk pertunjukan hari pertama, kedua, dan ketiga. Soal pengiriman buku sampai ke rumah pembeli, mekanismenya diserahkan sepenuhnya kepada penerbit yang bersangkutan,” jelas Hinu.
Tiket Buku MocoSik akan mulai dijual secara online pada Sabtu 3 Agustus 2019, pukul 11.59 WIB, melalui www.tiketapasaja.com dan penerbit-penerbit yang ikut dalam MocoSik Festival.
Lebih jauh, Hinu menjelaskan, pameran MocoSik menampilkan hampir satu juta eksemplar buku di Hall Besar JEC dengan diikuti 120 peserta dari kelompok penerbitan se-Indonesia, baik berstatus penerbit mayor maupun independen/komunitas. Secara tema, boleh dibilang buku yang dipamerkan cukup beragam. Dari buku anakanak hingga humaniora dan politik. Bahkan, ada penerbit yang selama ini konsens dengan buku-buku impor turut serta sebagai peserta pameran.Selain tema yang beragam, harga buku juga bersaing.
“Kita membuka stand besar khusus buku-buku yang dijual secara hotsale. Harga per buku dipukul rata 10 ribu rupiah saja,” ujar Hinu.
Pameran buku MocoSik ini menyemarakkan kembali dunia pameran buku yang beberapa tahun belakangan sepi. Apalagi, di tahun 2019 ini, setidaknya ada lima pameran buku yang diselenggarakan di Yogyakarta.
“Publik buku juga yang diuntungkan dengan banyaknya pameran buku. Belanja buku sambil menonton konser. Datang, ya,” ajak Hinu yang juga dikenal sebagai pendiri Three G Production. []
~Press-Release & IG Mocosik Festival