Siang di hari ke-3 gelaran sebagai hari terakhir helatan Mocosik 2019 yang bertema ‘Buku, Musik, dan Kamu‘ disajikan pula program Obrolan Mocosik. Yaitu obrolan yang mempersembahkan beragam diskusi, baik mengenai literasi sastra ataupun perihal musik.
Turut diundang dalam Obrolan Mocosik pada siang hari ke-3 tersebut adalah Okky Madasari dan John McGlynn yang dimoderatori oleh Olive Hateem. Obrolan kali ini adalah perihal pandangan karya sastra Indonesia baik dilihat dari dalam pun dari luar. Selama lebih dari satu jam, obrolan asyik dengan Okky sebagai sosok yang acap menulis terkait “perempuan” itu berlangsung seru.
Selanjutnya untuk obrolan kedua, dengan dipandu oleh Iqbal Aji Daryono dihadirkan pula Mbak gadis NU; Kalis Mardiasih, Windy Ariestanty, serta Mas Aik. Obrolan di Panggung Galery Mocosik tersebut memperbincangkan tentang “Berliterasi di era Digital”. Keseruan obrolan terjadi karena obrolan tersebut menjad semakin luas, yaitu terkait dengan bahasan kekinian yang saling menyambung di antara mereka, yang itu kemudian mampu membawa audience turut aktif dalam obrolan. Di ruang lain, yaitu di Kelas Mocosik, dalam waktu berbarengan Marzuki Mohammad –Kill The DJ juga memberikan materi mengenai kepenulisan lagu.
Selepas dilempat ke beberapa pertanyaan dari audience, obrolan seru antara Kalis, Windy, Aik, dan Iqbal pada akhirnya harus dipungkasi. Apalagi waktu setelahnya di tempat sama; Panggung Galery Mocosik, acara kemudian diisi dengan ‘Pernyataan Sikap Melawan Pembajakan Buku’ yang langsung dipandu oleh Irwan Bajang sebagai perwakilan dari pihak Mocosik Foundation.
Pernyataan sikap ‘Melawan Pembajakan Buku‘ ini menjadi buntut dari dilaporkannya hal tersebut ke pihak berwajib, yang dalam hal ini adalah Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaporan dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2019 oleh Konsorsium Penerbit Jogja (KPJ).
Kurang-lebih pukul 16:30WIB, diskusi dilanjutkan dengan tajuk tajuk “Pram Sehari-Hari: Percakapan dengan Keluarga (Lentera Dipantara)” yang menghadirkan beberapa anggota keluarga Pramoedya Ananta Toer. . Namun sebelum diskusi itu diawali, terlebih dahulu dipersembahkan dramatic reading berisi nukilan roman Pram; “Bumi Manusia” yang dibawakan oleh Whani Darmawan dan Sha Ine Febriyanti. Mereka berdua ini tak lain adalah sosok yang juga berperan sebagai Darsam dan Nyai Ontosoroh dalam film Boemi Manusia.
Selepas dramatic reading, selanjutnya dimoderatori Endah SR, selain dihadirkan Mas Whani Darmawan dan Sha Ine, duduk di depan audience pula Astuti Ananta Toer, Angga Okta Rahman, Rova Rivani, Aditya Prasstira Ananta Teur, Derry Prasstira Ananta Teur. Di samping nama-nama itu, ada pula Bakkar Wibowo selaku co-founder MocoSik, sosok yang sejatinya juga pernah terlibat aktif di masa-masa awal munculnya Lentera Dipantara.
Dari Obrolan Mocosik Festival tahun 2019 tersebut terdapat kabar baik, yaitu berkaitan dengan beberapa novel karya Pram yang sudah tak tampak di pasaran, maka ada rencana, kelak Lentera Dipantara hendak menerbitkannya kembali. Di antara novel-novel yang hendak diterbitkan tersebut adalah; Arus Balik, Perburuan, dan Sang Pemula.
Ketika obrolan dimulai dan sebelum dramatic reading dilangsungkan, Mas Whani dan Sha Ine masing-masing memaparkan ikhwal pengalamannya selama bersentuhan dengan karya Pram, di antaranya terkait keterlibatan mereka dalam film Bumi Manusia garapan Hanung Bramantyo. Pun dengan anak-cucu serta keluarga Pram sendiri, masing-masing juga menceritakan berbagai hal yang tak jauh hubungannya dengan jejak-jejak sastrawan kondang tersebut.
Dikisahkan oleh putri Pram; Astuti Ananta Toer, beliau mengenang ayahnya sebagai sosok yang tegar dan pantang kendor semangatnya. Lain lagi dengan cucu Pram, Angga Okta Rahman mengisahkan perihal yang pernah ia lalui bersama Pramoedya Ananta Teur, bahwa setiap kali selesai mengerjakan tugas, dan kemudian ia kumpulkan tugas tersebut kepada eyangnya, ia pasti akan diminta sekalian untuk membacakannya.
Setelah usai dengan obrolan bersama keluarga Pram tersebut, selanjutnya sebagai pamungkas dalam sesi Obrolan di Panggung Galery Mocosik adalah terkait dengan “Dokumentasi Musik: Yang Lama Masih Asyik”. Obrolan yang dipandu oleh Nuran Wibisono ini dimulai sekira pukul 19:00 WIB, artinya waktu tersebut merupakan awal ditampilkannya Guyon Waton di Panggung Musik Mocosik.
Hadir pada obrolan seputar pendokumentasian musik di Indonesia di Panggung Galery Mocosik ini antara lain adalah David Tarigan dari Irama Nusantara, Henky Herwanto dari Museum Musik Indonesia, Adib Hidayat dari Billboard Indonesia dan Erie Seitawan dari Art Music Today.
Sementara itu suasana di dalam ruangan yang dijadikan lapak buku masih sangat ramai. Mereka yang terlihat meramaikan, selain memang sosok-sosok “kutu buku”, tak sedikit pula mereka yang hendak membeli buku dengan maksud guna mendapatkan tiket masuk di panggung Pertunjukan Musik.
Perlu diketahui bahwa pada malam terakhir helatan Mocosik Festival tahun 2019 yang menjadi bintang tamu di Panggung Musik antara lain adalah Guyon Waton, Ecoutez, Pusakata, dan Tulus.
Tepat pukul 19:00WIB, berbarengan dengan dimulainya obrolan seputar dokumentasi musik yang bertempat di Panggung Galeey, maka di Panggung Musik telah berkumpul massa pecinta dan penikmat musik, di antaranya adalah fans Guyon Waton yang menamakan diri sebagai Gutonners.
Guyon Waton sebagai band asli -Temon, Kulon Progo– Yogyakarta dan khas melantunkan lagu-lagu berbahasa Jawa ini sangat kuat menghipnotis para penggemarnya. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan antusiasme yang ada. Meski band kesayangan mereka sudah naik ke atas panggung dan telah membawakan beberapa nomor lagunya, namun hal itu tak mengurangi niat para Gutonners untuk tetap masuk. Mereka masih rela antri mengular guna mendapatkan tiket sekaligus masuk ke dalam hall musik MocoSik 2019 ini. Tiket untuk masuk di Panggung Musik Mocosik ini bisa didapatkan cukup unik dan berbeda dari biasanya, yaitu dengan cara harus membelanjakan uangnya pada buku yang minimal besarannya sejumlah Rp75.000,-
Tiket ini tentu terhitung sangat murah, karena toh buku yang dibelanjakan tersebut juga tak sebagaimana harga yang ada di pasaran pada umumnya. Sudah mendpaat buku yang disukai, masih bisa menikmati sajian musik pula.
Buku-buku yang diperjual-belikan di helatan MocoSik ini terhitung sangat murah, karena selain para penjual juga tak harus sewa mahal lapaknya, hal ini sngaja dilakukan oleh pihak Rajawali sebagai penyelenggara acara. Bahkan sebagaimana pernah diungkapkan oleh Anas Syahrul Alimi sebagai penyelenggara acara sekaligus pemilik dan CEO Rajawali Indonesia Communications -RIC; seluruh hasil penjualan dari buku yang ada benar-benar diperuntukkan bagi para penerbit pun pihak penjual itu sendiri.
Di atas panggung, usai mendendangkan tembang “Penak Kanca” dengan iringan biolanya, vokalis Guyon Waton mengajak para penonton untuk berfoto bersama, di mana dalam berfoto tersebut harus dengan menunjukkan buku di tangan. Hal ini sebagai salah satu wujud dari tekad penyelenggara, bahwa semua yang terlibat dalam helatan Mocosik ini tak bisa tidak, harus tetap melek terhadap dunia literasi, dunia buku.
Satu jam bersama Guyon Waton di atas pangung tak terasa, selanjutnya pukul 20:00WIB tiba giliran Ecotez sebagai band penampil kedua. Di antara lagu yang dibawakan bernansa jazzy, antara lain “Aku Wanita” dan “Berharap Tak Berpisah”.
Pukul 21.00 WIB giliran “Is -Mohammad Istiqomah Djamad” Pusakata, sosok exs vokalisnya Payung Teduh hadir di atas panggung. Sontak Panggung Musik MocoSik menjadi ramai, apalagi para penonton sudah memenuhi ruangan hingga batas belakang. Is -Pusakata mampu membuat penonton terhipnotis dalam kebersamaan melantunkan syair lagu-lagunya.
Selanjutnya pukul 22:00WIB menjadi waktu bagi Tulus untuk naik diatas panggung MocoSik 2019. Baru saja duo MC; Alit dan Anang mempersilahkan, sementara Tulus belum masuk, para penonton sudah menyambutnya dengan penuh histeris.
Tak lama kemudian para penonton semakin ncang kebersorak-sorai saat sosok Tulus muncul dalam iringan musik sambil memegang Smartphone-nya guna ber-selfie di atas panggung. “Gajah” menjadi lagu pertama yang dilantunkan. Tanpa butuh diberikan aba-aba, para penonton pun telah riuh membersamainya dalam melantunkan nada.
Selepas hitz Gajah, lagu-lagu lain yang tak kalah familiarnya turut didendangkan di atas Panggung Musik Mocosik Festival 2019 ini. Di antaranya adalah Monokrom, Adu Rayu, Teman Hidup, Ruang Sendiri, Jangan Cintaiku Aku Apa Adanya, Tukar Jiwa, 1000 Tahun Lamanya, dan Pamit.
Masih di atas panggung, di sela melantunkan lagu-lagu populernya tersebut, Tulus mengumumkan bahwa November nanti merupakan tahun ke-8 ia berkarier dalam dunia musik. Delapan tahun artinya adalah sewindu. Karenanya,dalam waktu dekat ia hendak melakukan tur Indonesia dalam “Konser Peringatan Sewindu Tulus Berkarya”. Dan sebagaimana gelaran MocoSik Festival, Prambanan Jazz, JogjaRockarta, dan beberapa yang lainnya, rencana tur Sewindu Tulus inipun agenda helatannya akan bersinergi dengan Mas Anas Syahrul Alimi di bawah bendera Rajawali Indonesia Communications.
Penampilan Tulus sebagai pamungkas mampu membuat Hall JEC membludak, hingga pada akhitnya helatan Mocosik Festival 2019 bertajuk ‘Buku, Musik, dan Kamu” sampai di ujung acara. []