Pada Pergelaran Musikalisasi Sastra Jentera tahun 2019 yang diagendakan berlangsung selama kurang-lebih tiga jam, berlaku sebagai tuan rumah adalah Taman Budaya Yogyakarta, di mana dalam penggarapannya, ua bekerjasama dengan Studio Pertunjukan Sastra –SPS. Dan dipandu oleh Eko Bebek serta Vika Aditya sebagai pembawa acara, helatan ini bakal menghadirkan empat grup yang penuh talenta. Yaitu; Api Kata Bukit Menoreh, The Wayang Bocor, Paduan Suara Mahasiswa Swara Wadhana UNY, dan Kelompok Kampungan.
Mengenai Taman Budaya Yogyakarta yang digunakan sebagai lokasi pergelaran, hal ini sejatinya sama dengan gelaran serupa yang diselenggarakan -selama dua malam- pada tahun 2018 lalu. Hanya saja untuk tempatnya mengalami sedikit pergeseran. Apabila dahulu bertempat di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta, maka untuk tahun 2019 ini merapat ke Gedung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta. Hal itu dilakukan salah satunya adalah karena hendak memberikan tempat lebih kepada para penonton, di mana antusiasme para penonton setahun silam sebagian besarnya adalah justru juga dari generasi muda. Karena itu pula pada geliat helatan Musikalisasi Sastra tahun 2019 ini hendak disuguhkan konsep dan nuansa berbeda, yang antara lain adalah dengan dihadirkannya para penampil penuh prestasi, baik itu prestasi di kancah lokal, kancah nasional, bahkan di kancah internasional.
“Jentera” yang diusung sebagai tema pada helatan Musikalisasi Sastra tahun 2019 ini, memberi makna bahwa Yogyakarta diharapkan mampu menjadi satu poros siklus roda-roda kreativitas kesenian dan kebudayaan yang terus berputar dan memintal karya, yang pada akhirnya antara para pelaku seni serta pelaku sastra dapat menjadi satu kesatuan. Di posisi ini, kata demi kata beralih wahana dalam nada, irama, gerak, dan warna yang harmoni. Pafa akhirnya, di atas panggung pentas yang megah, karya sastra mampu membuktikan diri mengambil cara dalam menyuarakan nada bicara secara lantang. Kata yang awalnya menentang dan menantang di kesunyian, selanjutnya menjadi bunyi. Sementara perpaduan antara sastra dan musik melahirkan keluasan sekaligus kebaruan cakrawala interpretasi. Nada dasarnya tak lain adalah pertemuan antara berbagai unsur harmoni yang ada dalam satu pintalan pun putaran seirama dalam jentera.
“Api Kata Bukit Menoreh” yang merupakan komunitas seni rupa dari Kulon Progo pada pergelaran musikalisasi sastra kali ini mempersembahkan Perfoming Art, yang memadukan antara sastra berbentuk puisi dengan seni lukis dan seni musik. Komunitas yang gemar menulis puisi dan berasal dari bumi Menoreh -Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut hendak memberikan tafsir terhadap puisi-puisi karya Subagio Sastrowardoyo, Darmanto Jatman, M. Thahar, Abdul Hadi WM, pun Ragil Suwarna Pragolapati. Sementara goresan tangan dari Endang Susanti Rustamaji akan berada di atas kanvas, menjadikannya sebagai sastra rupa. Begitulah satu bentuk gambaran awal dari penyaluran ekspresi dalam karya seni rupa sekaligus sastra.
Selain itu akan ada pula “The Wayang Bocor” yang bakal menyajikan satu reportoar berjudul ‘Permata di Ujung Tanduk‘. Satu kisah tentang Sakuntala yang diangkat dari puisi-puisi karya Gunawan “Cindhil” Maryanto. Proyek penciptaan karya pertunjukan wayang kontemporer hasil ide kreatif dari perupa Eko Nugroho ini dihadirkan sebagai wujud kolaborasi para seniman yang berasal dari berbagai disiplin ilmu dalam menggali lebih dalam kemungkinan-kemungkinan estetika baru dan masih segar dalam pertunjukan, di mana pada garapan nada ada pula nama Ishari Sahida a.k.a Ari Wulu di sana. Media alih wahana karya sastranya sendiri berbentuk wayang kontemporer. Perpaduan yang disuguhkan itu menjadi satu keseimbangan sajian di atas panggung berupa pertunjukan wayang dan teatrikal kekinian.
Berikutnya merupakan persembahan baru yang hendak disajikan oleh kelompok PSMSW UNY alias Paduan Suara Mahasiswa Swara Wadhana UNY yang merupakan grup vokal sebagai wadah kegiatan mahasiswa di bidang tarik suara. Mereka akan menyajikan tembang dan nyanyian yang merespons puisi-puisi karya Chairil Anwar, Asrul Sani, Wisnoe Wardhana, sekaligus mempersembahkan tembang karya Ki Hadi Sukatno dalam lantunan paduan suaranya.
Apa yang dipersembahkan oleh PSM Swara Wadhana UNY ini sepertinya merupakan hal yang baru pertamakali dilakukan grup paduan suara mahasiswa, yaitu dengan menciptakan lagu yang berasal dari puisi dan kemudian menyajikannya pada satu helatan berujud pagelaran sastra. Hal ini bisa difahami, mengingat PSM Swara Wadhana UNY ini terbukti memang telah memiliki prestasi pada ajang tarik suara, baik di tingkat nasional, pun internasional. Sehingga bisa jadi itu pula yang menjadi satu pertimbangan guna menantangnya dengan menghadirkan ragam sastra bentuk puisi karya para penyair terkemuka Indonesia yang selanjutnya dialih-wahanakan ke dalan bentuk lantunan lagu.
Kecuali Api Kata Bukit Menoreh, Wayang Bocor, dan Paduan Suara dari UNY, Kelompok Kampungan menjadi penampil lain yang tak kalah menariknya. Dengan dikomandani Bram Makahekum, kelompok ini bakal mempersembahkan konser “Berkata Indonesia dari Yogyakarta”.
Kelompok Kampungan sebagai satu pionir grup musik folk legendaris yang terlahir di Yogyakarta ini, sepanjang sejarah dalam menapaki kiprahnya di blantika musik Indonesia, yaitu semenjak tahun 1970an, dalam setiap penampilannya telah menyatukan unsur-unsur musik modern dengan musik etnik.
Kelompok ini dipilih alasannya juga karena karya-karyanya yang telah melegenda sekaligus menjadi monumental. Dengan begitu ada ajakan kepada para penikmatnya untuk bersama-sama bisa bernostalgia. Syair-syair karya Bram Makahekum dan juga puisi-puisi karya W.S. Rendra bakal membuat bendera Merah Putih berkibar-kibar di penghujung helatan Musikalisasi Sastra Jentera tahun 2019 ini. []