Acara pembukaan pameran patung Jogja Street Sculpture Project ke-3 tahun 2019 tersebut dilakukan dengan acara seremonial berujud pemotongan tumpeng, yang dilakukan langsung oleh Erlina Hidayati Sumardi, S.I.P, M.M. yang merupakan sekertaris Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tak sedikit para pengunjung di seputar Titik 0 Kilometer Jogjakarta dan juga mereka yang berada di sekitar area Malioboro tersebut terlihat sangat antusias menyaksikan acara pembukaan, yang juga dimeriahkan oleh Performing Sculpture, Wedha Trisula Flashmob, Tari Sekar Pudyastuti, Berisik Percussion, Tari Modern (Looneta), Tari Kreasi (Krekep), Mr. Imz dan Si Muka Lakban, Jono Terbakar, Nona Sepatu Kaca, dan Kopibasi.
Sementara dalam pembukaan Jogja Street Sculpture Project tahun 2019 tersebut, para penonton juga terlibat dalam flashmob, dan pentas Mr. Imz dan Si Muka Lakban.
Pameran patung JSSP #3 ini diselenggarakan sejak tanggal 17 November, dan akan berakhir hingga tanggal 10 Desember 2019 mengambil tema “Pasir Bawono Wukir”.
Helatan tersebut menempatkan karya patung seniman di tiga tempat, yaitu masing-masing adalah di Bantul, Kota Yogyakarta, dan Sleman. Area Bantul terdapat 13 patung, Kota Yogyakarta 12 patung, dan Sleman 8 patung.
Dapat diketahui bahwa dalam pameran patung di JSSP tahun 2019 ini, kerja-keras dari Yulhendri dan Pring Project (Anusapati, Lutse Lambert Daniel, Tugiman) merupakan hasil karya yang juga digunakan sebagai video clip dari Tompi.
Pada pembukaan pameran patung di helatan Jogja Street Sculpture Project tahun 2019 ini, ada pula rangkaiannya yang menghadirkan sambutan dari Dinas Kebudayaan DIY, dan hal tersebut diwakili oleh Ibu Erlina Hidayati Sumardi, S.I.P, M.M.
Pada sambutannya, ada harapan dari karya seni yang dipamerkan bisa menciptakan perspektif baru dalam kehidupan. Selain itu, mampu pula memunculkan energi positif dari sinergi masyarakat dan seniman. Artinya, patung-patung yang dipamerkan bisa memberikan edukasi dan oase bagi masyarakat, dan sekaligus bisa mendapat apresiasi positif dari masyarakat.
Basrizal Albara yang merupakan Ketua Steering Committee JSSP #3 memaparkan ucapan terima kasihnya, karena acara pembukaan pameran patung ini dapat berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Ucapan terima kasih tersebut disampaikan bagi semua pihak yang telah membantu atas suksesnya penyelenggaraan acara, baik itu yang berasal dari kalangan seniman, pemuda, perangkat desa, maupun dari masyarakat.
Pun yang disampaikan oleh RM Suwarsono sebagai ketua API. Beliau menuturkan bahwa kerja sama antara Dinas Kebudayaan DIY dengan Asosiasi Pematung Indonesia (API), selain berhasil menghadirkan seniman lokal dan luar kota, sukses pula mengundang seniman patung dari Malaysia. Harapannya, keberhasilan dari diselenggarakannya JSSP ini mampu menjadikan Yogyakarta sebagai laboratorium seni.
“Semoga JSSP selanjutnya bisa mengundang pematung dari Asia maupun dunia. Kami hendak menjadikan Yogyakarta sebagai barometer seni. Kehadiran seni patung akan lebih meriah disambut masyarakat,” ujar RM Suwarsono.
Senada dengan RM Suwarsono, ketiga kurator JSSP tahun 2019 yang terdiri dari Soewardi, Kris Budiman, dan Eko Prawoto juga mengungkapkan bahwa di pameran patung JSSP #3 kali ini para seniman harus mengkaver tiga titik yang sangat luas dan merupakan sumbu imajiner Yogyakarta. Ide atau gagasan para seniman tak lain bertolak dari garis tersebut.
Itu artinya, apa yang tersaji di pameran patung Jogja Street Sculpture Project tahun 2019 ini memberi harapan bahwa sumbu filosofis dan imajiner Yogyakarta kenyataannya bisa pula dibentangkan lebih jauh, karena, tak lain kali inipun ia bisa menyasar seniman dari Malaysia.
Para Kurator percaya bahwa keberadaan seni dibutuhkan dalam kehidupan, sosok seniman dengan pemikiran dan daya kreativitasnya mampu membuat hidup lebih berwarna. Pada segala kondisi dan suasana, senisejatinya masih sangat diperlukan dalam menjaga dan melihat kehidupan, di mana karya-karya yang muncul berasal dari kerja keras yang intens.
Kurator berharap bahwa pammeran patung Jogja Street Sculpture Project tahun 2019 #3 ini dapat memberi warna berbeda , khususnya bagi Yogyakarta, dan sekaligus bisa memberikan andil dalam memperkuat posisi Jogjakarta sebagai kota budaya. []