Jogja International Miniprint Biennale telah mengalami pergeseran karakter acara seiring dengan berjalannya waktu, sebagai salah satu contoh dalam perubahan tersebut adalah dilibatkannya seniman muda dan juga yang lebih senior darinya. Hal ini dilakukan tak lain agar JIMB dapat menangkap dinamika seni grafis yang tumbuh dan berkembang.
Helatan JIMB ke-4 tahun 2020 kali ini panitia dan juri bersepakat dalam memberikan kesempatan sama untuk pekerjaan yang menggunakan teknik konvensional maupun teknik yang berada di luar praktik biasa dan tidak diakomodasi dalam tiga Biennale pertama. Keputusan ini dipertimbangkan dengan cermat dari sejumlah sudut pandang, termasuk dampak luas Pandemi yang tampaknya akan terus berlanjut di masa depan.
Sebagai imbas dari merebaknya pandemi COVID pada beberapa bulan terakhir, ia justru telah membangkitkan kesadaran kita bahwa esensi seni sesungguhnya adalah bagaimana seniman pada suatu titik waktu-tertentu mampu memberikan pengaruh kuat melalui karyanya. Seni grafis itu unik karena dapat menghubungkan kekuatan ide dan teknik tertentu serta dapat berperan dalam menciptakan peluang bagi setiap orang, dimanapun mereka berada dan dalam kondisi apapun, dimana mereka dapat menciptakan karya seni.
Masih berkaitan dengan imbas dari wabah covid-19, pada akhirnya iapun mengakibatkan banyak perubahan dari helatan Jogja International Miniprint Biennale 2020 kali ini. Baik rangkaian acaranya, pun jadwal agenda yang mengalami kemunduran waktu, termasuk di dalamnya adalah perihal open call dan penjurian tahap I yang tetap dilaksanakan pada tahun ini, dan penjurian tahap II dan rangkaian acara pameran akan dilaksanakan tahun 2021 mendatang.
Menyikapi helatan JIMB dan juga tantangan yang menyertainya, adanya dukungan finansial yang berasal dari Kundha Kabudayan (Dinas Kebudayaan) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memungkinkan pihak panitia Penyelenggara Biennale ke-4 tahun 2020 kali ini bisa meningkatkan apresiasi bagi participant. Bahwa selain tetap menghadirkan tiga juri yang merupakan seniman seni grafis ternama Indonesia, untuk pertama kalinya kali ini JIMB juga menghadirkan seniman internasional ternama: Deborah Chapman, ialah seniman Kanada yang disegani di dunia seni grafis. Ini artinya, dengan berpartisipasinya di Dewan Juri tersebut, bakal bisa menambah reputasi helatan kali ini. Dapat diketahui bahwa Deborah juga merupakan salah satu pemenang Three Best Works Award pada 2nd JIMB 2016 dengan mezzotint memukau bertajuk ‘Murmure’ 2016. Ia akan mengikuti tahap I proses seleksi.
Pada helatannya di tahun 2020 ini, JIMB adalah yang ke-4 kalinya, dan ia mengangkat tema “Trans-Pandemi”, di mana ia meruapakan bentuk penyikapan atas mewabahnya pandemi corona yang kemudian berakibat membatasi gerak langkah manusia dalam banyak hal dikaitkan dengan proses kreativitas seniman grafis. Bahwa dalam situasi yang tak kondusif akibat covid-19, manusia ini mau tak mau, harus mampu “men-trans-form” keadaan sulit ini menjadi atmosfir kondusif guna membangkitkan berbagai kemungkinan positif. Malalui Seni –dalam hal ini seni grafis/printmaking– orang dapat mengubah (transform) ide khas apa saja menjadi sesuatu yang istimewa.
Dapat dicermati bahwa dalam ragam aktivitas yang serba dibatasi akibat pandemi, yaitu demi memutus mata-rantai penyebaran virus, tentu saja bukan perkara mudah untuk mengubah kebiasaan yang telah ada. Bukan perkara gampang untuk melakukan hal yang dianjurkan, sekaligus menghindari, atau bahkan, melawan bermacam hal yang dilarang.
Namun hebatnya, dalam suasana yang tak mudah serta kondisi yang tak gampang tersebut, justru ragam manusia dari berbagai latar belakang, baik itu latar belakang usia, latar belakang gender, latar belakang suku, bahkan juga latar belakang negara, bisa dikatakan hampir semuanya dapat menciptakan metafora baru, yaitu untuk secara kreatif merepresentasikan hal atau peristiwa luar biasa yang dialaminya. Orang-orang kreatif yang berasal dari berbagai latar-belakang tersebut tergerak untuk mengungkapkan pengalamannya melalui berbagai media, antara lain perihal suara, gerak, kata-kata, penampilan, dan tubuh sendiri.
Yang fenomenal, secara global, menanggapi lock down dan isolasi sosial adalah munculnya karya-karya kreatif dan inovatif yang mampu menerobos berbagai keterbatasan yang dipaksakan oleh social-distancing. Karya seni, desain, pertunjukan, animasi, film pendek, novel, dan musik bermunculan dari berbagai komunitas, termasuk komunitas yang berkembang secara online. Dari sini dapat ditarik benang-merah bahwa kenyataannya pembatasan ketat malah menjadikan orang bisa kreatif. Mereka telah mampu menciptakan cara-cara baru yang lintas batas, lintas paroki, lintas disiplin, dan lintas media.
Dari pengamatan semacam itulah awalan ‘trans’ yang artinya melewati, melampaui, menyeberang dan mengatasi, menjadi salah satu kata kunci di era baru ini, yang kemudian tersematkan ke dalam tema Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) kali ini.
Seni grafis adalah salah satu cabang praktek seni rupa yang tidak pernah lepas dari gambar dan teks, yang diciptakan untuk direproduksi melalui proses pencetakan. Sesuai sifatnya, cetakan berpotensi untuk muncul, sama orisinalnya, di beberapa tempat sekaligus. Frasa metafora tentang ‘apa yang terjadi di sini dan sekarang’ dapat secara fisik dikarakterisasi dan disebarluaskan secara online. Gambar, teks, atau gambar teks yang mencolok dapat dibuat dengan bahan dan peralatan sederhana atau dengan bahan dan peralatan yang dirancang khusus untuk keperluan pencetakan industri. Kehebatan dalam sebuah karya cetak / grafis dapat dicapai melalui pendekatan yang sederhana dan minimalis atau canggih dan teknis.
Hal terpenting yang dapat ditunjukkan oleh para pembuat cetak adalah keterampilan intelektual-kreatif mereka dalam mengubah ide atau wawasan tertentu menjadi kenyataan yang mereka rasakan urgensi untuk diungkapkan melalui proses pemindahan gambar ke media cetak untuk direproduksi. Yang penting adalah kemampuan pencipta, pembuat cetakan, untuk memediasi suatu wawasan ke dalam suatu medium.
Dalam kondisi sulit seperti yang terjadi akibat Covid-19 ini, masyarakat harus mampu mengubah situasi menantang menjadi lingkungan yang kondusif bagi berbagai kemungkinan positif. Melalui seni, dalam konteks seni grafis ini, orang dapat mengubah ide tertentu, termasuk ide yang berkaitan dengan Pandemi, menjadi sesuatu yang unik.
Menyikapi Pandemi Covid -19 yang pada akhirnya menuntut penyesuaian penyelenggaraan Jogja International Miniprint Biennale (JIMB), termasuk proses seleksi dan pameran Biennale yang akan dilangsungkan pada kuartal pertama tahun 2021 mendatang, panitia tetap meyakini bahwa masih tersedia banyak cara kreatif guna merepresentasikan peristiwa dan fenomena yang dihadapi, baik dilihat secara personal ataupun komunal.
Sehubungan dengan penyikapan dan penilaian tersebut, selanjutnya pihak penyelenggara juga tetap mengundang khalayak guna turut berpartisipasi –mengirimkan karya grafis ke acara ini, baik karya menggunakan metode teknis konvensional maupun pendekatan trans-media, pasalnya masing-masing juga memiliki keunikan dan kekuatannya sendiri-sendiri. Bahwa Kedua karakteristik ini seperti dua kepribadian berbeda yang diwakili dalam mitologi Yunani kuno oleh dewa Apollo dan Dionysius; keduanya memiliki ciri dan ciri yang jauh berbeda satu sama lain, namun keduanya memiliki kekuatan dan kemampuan masing-masing.
Selanjutnya dalam kesempatan panggilan terbuka JIMB ke-4 ini pihak penyelenggara mengundang khalayak yang memiliki minat, termasuk pada seniman, baik dari dalam maupun luar negeri dengan beberapa syarat dan ketentuan.
Demikian ikhwal syarat dan ketentuan apabila hendak mengambil kesempatan pada panggilan terbuka di helatan Jogja International Miniprint Biennale (JIMB) ke-4 ini. Sebagai informasi penghargaan, pihak penyelenggara menyediakan hadiah bagi para pemenang terpilih yang totalnya mencapai angka sebesar Rp31.500.000,-
Informasi lengkap perihal “4th Jogja International Miniprint Biennale” ini, sila dapat menuju laman-situs JIMB dengan tautan di https://bit.ly/3l0pk6K. []