Pekan Seni Grafis Yogyakarta (PSGY) 2019 ini merupakan satu program yang diinisiasi oleh Studio Grafis Minggiran bekerjasama dengan Kundha Kabudayan alias Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang bertujuan guna memasyarakatkan seni grafis, baik kepada khalayak ataupun kepada kalangan seniman (grafis) sendiri.
Ketika pelaksanaan pameran PSGY tahun 2017 silam bertempat di Jogja Nasional Museum (JNM), maka untuk tahun 2019 kali ini helatan tersebut sedikit bergeser tempat, yaitu berada di area Museum Sonobudoyo (Eks KONI) Yogyakarta. Sedangkan beberapa workshop juga digelar di Loops Station yang tempatnya hanya berseberangan gedung, yaitu di Jalan Pangurakan -sebelah selatan Titik 0 Kilometer Yogyakarta.
Lebih lanjut perihal helatan Pekan Seni Grafis 2019, di bawah ini adalah paparan kuratorialnya, yaitu yang menyangkut Relief Print – Karakter dan Sejarahnya di Indonesia.
***
Sebagai pendahuluan dapat diketahui bahwa seni grafis modern didefinisikan secara konvensional sebagai karya dua dimensional yang memanfaatkan proses cetak seperti cetak tinggi (relief print), cetak dalam (intaglio), cetak datar (planografi), dan cetak saring (serigrafi, screen printing) yang menjadi bagian dalam konstruksi wilayah seni murni (Wulandari, 2008:1). Namun sejauh perkembangan teknologi cetak, konsepsi konvensional di atas masih perlu dipertanyakan ulang; apakah nilai-nilai konvensi yang telah disepakati tersebut haruslah menjadi stagnan dan tak berkembang, sementara perkembangan zaman dengan segala dimensinya terus bergerak ke depan.
Jejak perkembangan seni grafis modern Indonesia dapat diketahui sejak kelahiran Republik Indonesia, yaitu dengan karya-karya yang secara estetik bermutu, dan secara politik lantang menggemakan suara. Heroisme, patriotisme, pergulatan artistik, dan kecerdikan mengakali situasi yang menekan, menemukan mediumnya pada pahatan lino. Dari sanalah, satu sisi dari Indonesia menjelmakan diri dalam pergaulan antarbangsa (Supriyanto, 2000 :4). Sejarah menyebutkan bahwa seni grafis lahir dari kebutuhan-kebutuhan untuk mempropagandakan gerakan politik kemerdekaan Indonesia khususnya pada dasawarsa 1940-an sampai 1950-an. Dalam hal ini perlu mengingat eksplorasi seni yang dilakukan Affandi, Abdul Salam, Suromo, Baharuddin Marasutan dan Mochtar Apin (Siregar, 2005 :5).
Para perintis dalam seni grafis adalah juga seorang pelukis atau ilustrator, dan ternyata peran profesi rangkap inilah yang mewarnai perjalanan seni grafis Indonesia. Namun yang patut dicatat pada perkembangan awal kemunculan seni grafis adalah penjelajahan medium dalam merespon zamannya. Penjelajahan ke dalam medium tersebut dapat menyingkapkan kemungkinan-kemungkinan ekspresi baru. Penjelajahan seperti itu adalah upaya berharga, yang pada akhirnya tidak cuma memperkaya dunia seni, tetapi juga masyarakat luas pada umumnya. Catatan ini yang kiranya perlu dicermati dalam perkembangan seni grafis Indonesia saat ini dalam menghadapi berbagai kemungkinan medium yang semakin beragam di zaman dengan kemajuan teknologi.
Relief print adalah sebutan untuk teknik cetak dalam seni grafis, termasuk di dalamnya teknik cukil kayu, di mana bagian matriks (plat atau papan) yang akan mencetak warna adalah pada permukaan aslinya; bagian yang tak berwarna adalah bagian yang dicukil. Implentasi teknik ini pada kehidupan sehari-hari dapat kita temui pada sistem cap/stempel. Sebagai sebuah teknik yang akan menghadirkan hasil cetakan dari bagian matrix yang masih datar (tidak dicukil), maka jenis-jenis material papan/matrix dan teknis ketika mencukil matrix akan sangat menentukan hasil cetaknya. Hal inilah yang kemudian banyak dieksplorasi oleh seniman-seniman yang menggunakan teknik relief print untuk menghadirkan karakter cukilan ataupun tekstur (yang dibentuk karena ketebalan tinta) menjadi suatu ciri khas unik. Ada cukilan yang berifat liris, berkarakter kuat dan tegas namun ada pula yang hadir dengan berbagai macam eksperimentasi dalam pengolahan tekstur.
Berlatar-belakang dari adanya berbagai karakter khas karya relief print inilah, maka pada pameran Pekan Seni Grafis 2019 akan difokuskan pada karya-karya seni grafis dengan teknik relief print.
Sebagai teknik yang paling awal digunakan pada dunia seni grafis, tidak hanya di dunia namun juga di Indonesia, maka karya relief print sangat bersejarah bagi Negara. Sejarah ini terbentuk karena karya cukilan linoleum karya Baharudin Marasutan dan Mochtar Apin adalah juga berfungsi sebagai alat diplomasi negara Indonesia saat peringatan ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-1 pada tahun 1946.
Sebagai karya relief print, karya-karya dalam satu portofolio “Linoleographs” tadi belum banyak dibedah secara visual, yang lebih banyak dibicarakan adalah fungsinya sebagai sarana ucapan”terima kasih” kepada negara-negara yang mengakui kemerdekaan Indonesia setelah proklamasi tahun 1945.
Hal ini dijelaskan secara rinci oleh Sanento Yuliman, sebagai berikut:
PERINGATAN ulang tahun Republik Indonesia yang belum pernah ditiru orang hingga sekarang ternyata dilakukan oleh Sekretariat Menteri Negara Urusan Pemuda seksi Perhubungan Luar Negeri pada tahun 1946. Caranya, menerbitkan kumpulan karya grafis. Sembilan belas gambar cukilan linoleum, tercetak pada lembar kertas lepas berukuran sekitar 45 X 37 cm, disatukan dalam portofolio bertuliskan “Linoleographs”. Pada kolofon — tulisan pada lembar penutup, berisi data penerbitan — tercetak keterangan dalam tiga bahasa: Indonesia, Prancis, dan Inggris.
Keterangan dalam bahasa Indonesia, begini:
Koempoelan ini, berisi sembilanbelas lembar pahatan lino, diterbitkan OEROESAN PEMOEDA — PERHOEBOENGAN LOEAR NEGERI (Sekretariaat Menteri Negara) di DJAKARTA, mendjadi peringatan setahoen REPOEBLIK INDONESIA, pada tanggal 17, hari boelan 8, tahoen 1946.
Penerbitan sematjam ini adalah jang pertama didalam sedjarah kesenian Indonesia. Pahatan lino ini ditjetak dengan tangan oleh kedoea pemahatnja sendiri dengan memakai pers tangan BALAI POESTAKA di DJAKARTA, kertas-tidakberserat Howard Ledger dan “Oud Hollands”. Penerbitan ini terbatas sedjoemlah 36 (tiga poeloeh enam boeah), jang nomor A-B-C, ditjetak keatas kertas “Oud Hollands” dan nomor IV-XV, ditjetak kertas Howard Ledger, disediakan oentoek OEROESAN PEMOEDA — PERHOEBOENGAN LOEAR NEGERI.
Tiap-tiap koempoelan diboeboehi angkanja serta ditanda tangani oleh pemahatnja: BAHARUDIN, lahir di Boekit Tinggi, tahoen 1910, dan MOCHTAR APIN, lahir di Padang Pandjang, tahoen 1923. Cukilan (“pahatan”) lino, cetak tangan (bukan mesin), kertas pilihan, dan kecermatan serta kehati-hatian dalam kerja menampakkan upaya keras untuk menghasilkan karya yang layak bagi para bibliophile, yaitu para pencinta dan pengumpul buku, khususnya buku yang langka dalam mutu cetakan, jilid dan (atau rancangan portofolio). Dan ini yang pertama di Republik Indonesia.
Untuk apa?
Menurut Mochtar Apin, kepada setiap negara yang pada waktu itu telah mengakui kedaulatan Republik Indonesia, misalnya India dan Australia, Sekretariat Menteri Negara Urusan Pemuda memberikan satu eksemplar kumpulan grafis itu sebagai pernyataan terima kasih.
(Majalah TEMPO, Terbit 25 Agustus 1990)
Dengan adanya sekumpulan karya linoleograps dari Baharudin Marasutan dan Mochtar Apin, maka kita tidak saja dapat menyaksikan bukti sejarah adanya artefak sarana ucapan “terima kasih” atas pengakuan kemerdekaan Indonesia, namun juga dapat mengamati dan mempelajarinya secara teknik, material dan makna dari masing-masing gambar yang ada.
Setelah karya linoleographs Baharudin dan Apin tahun 1946 tersebut, Perkumpulan Seniman Merdeka Indonesia “GELANGGANG” (dimana Mochtar Apin termasuk anggota di dalamnya), menerbitkan kumpulan karya linocut Mochtar Apin yang bertajuk “Pantjangan Pertama” dengan dibantu oleh penerbit Pustaka Rakjat, Jakarta pada tahun 1951.
Pantjangan Pertama merupakan bendelan karya lino yang berjumlah 12 eksemplar masing-masing berukuran 8 x 10 cm. Pada pengantar bendelan tersebut, Mochtar Apin juga menulis Sepatah Kata tentang Pahatan-Lino, yang secara singkat menjelaskan sejarah dan teknis dari linocut karena pada saat itu linocut belum banyak dikenal di Indonesia, dibandingkan dengan seni lukis.
Buku (bendel) Pantjangan Pertama merupakan seri pertama dari buku-buku yang dikeluarkan oleh “Gelanggang” dan juga akan dinamakan seri Gelanggang.
Setelah kita dapat mengamati karya-karya cukilan lino tersebut, maka pertanyaan yang kemudian akan muncul adalah: bagaimana dengan perkembangan cetak lino, atau dunia cetak dan dunia seni grafis pada umumnya di Indonesia? Bagaimana perkembangan visualisasinya? Bagaimana pula fungsi yang disandangnya sekarang?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, selain memamerkan kumpulan portofolio linoleographs karya Mochtar Apin, kami juga akan menghadirkan karya-karya seniman lain dengan teknik relief print dari berbagai generasi, hingga karya baru yang dibuat tahun 2019. Dengan demikian kita dapat melihat bagaimana perjalanan secara visual dari karakter, fungsi dan makna karya grafis dengan teknik relief print di Indonesia.
***
Di atas adalah paparan kuratorial yang juga disampaikan oleh Bambang ‘Toko’ Witjaksonoselaku salah satu tim kurator pada helatan Pekan Seni Grafis tahun 2019 ini.
Pemaparan di atas dirajut dengan sumber pustaka sebagai berikut:
– Supriyanto, Enin, Mulyadi, Efix, dkk., 2000. Pengantar Setengah Abad Seni Grafis Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia dan Bentara Budaya. Jakarta-Yogyakarta
– Siregar T.H., Aminudin.2005. Kedudukan Seni Grafis dalam Seni Rupa Kita, Makalah Seminar Seni Grafis 2005. Galeri Soemardja FSRD: ITB
– Sri Wulandari, Wiwik.2000. Tema Sosial Politik dalam Seni Rupa Kontemporer Yogyakarta dekade 1990-an.Skripsi tidak diterbitkan: Jurusan Seni Murni Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta
– http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1990/08/25/SR/mbm.19900825.SR19341.id.html
Mengenai rangkaian program, agenda, pun jadwal pelaksanaan dari Pekan Seni Grafis Yogyakarta (PSGY) tahun 2019 adalah sebagai berikut;
Demikian ikhwal helatan PSGY tahun 2019 yang menjadi salah satu disiplin ilmu seni rupa. Usai helatan ini kelak masih di Yogyakarta akan disusul pula helatan serupa yaitu yang terkait dengan seni komik.
Selengkapnya tentang Pekan Seni Grafis Yogyakarta tahun 2019 ini, sila bisa menghubungi mealui kontak media di nomor +6281 2294 0276 (Adinda Ayu). []