Para pengunjung yang menonton dan memadati sisi depan panggung pembukaan Festival Sastra Yogyakarta -JOGLITFEST di area Monumen Serangan Oemum 1 Maret Yogyakarta pada Jumat malam tanggal 27 September 2019 itu terlihat sangat antusias dan turut membuat suasana menjadi semakin meriah.
Dapat diketahui bahwa JOGLITFEST sendiri merupakan perhelatan yang terselengggara berkat kerjasama antara Dinas Kebudayaan Yogyakarta bersama dengan Indonesiana sebagai lembaga platform Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Ialah lembaga yang dibentuk untuk mendorong dan sekaligus memperkuat upaya Pemajuan Kebudayaan. Hal ini sesuai UU No. 5 Tahun 2017 melalui gotong royong penguatan kapasitas daerah dalam menyelenggarakan kegiatan budaya sesuai azas, tujuan, dan objek pemajuan kebudayaan yang ditetapkan dalam UU No. 5 Tahun 2017.
Aris Eko Nugroho selaku Kepala Dinas ‘Kundha Kabudayan” alias Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta di atas panggung pembukaan Festival Sastra Yogyakarta -JOGLITFEST ini menyampaikan sambutan sekaligus laporan pertanggungjawaban acara. Dalam sambutan tersebut, JOGLITFEST dimulai sejak pra-acara di awal bulan Agustus dan akan selesai 30 September 2019.
“Joglisfest adalah upaya pemantik perkembangan literasi dan sastra yang berkembang di Yogyakarta,” ungkap Aris.
Dalam acara ini hadir pula Ir. Gatot Saptadi mewakili Hamengkubawana X, Gubernur DIY yang berhalangan hadir. Gatot menyampaikan bahwa sastra dan budaya ibarat dua sejoli yang sehidup semati.
“Sastra dan budaya adalah jiwa bangsa,” ujar Gatot.
Bagi pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Daerah ini, sastra dan kebudayaan yang dihasilkan dari aktivitas manusia mengandung unsur keindahan. Dan hal tersebut jugalah yang membuat Yogyakarta semakin meneguhkan keistimewaannya.
“Keindahan dalam hidup dan memanusiakan manusia dan hal itu sejalan dengan semangat Yogyakarta hamemayu hayuning bawana,” ucap Gatot Saptadi.
Sedangkan Dr. Catarina Muliana Girsang selaku staf ahli bidang regulasi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI menuturkan, bahwa Yogyakarta adalah lumbung sastra Indonesia.
“Yogyakarta banyak melahirkan sastrawan Indonesia,” katanya.
Setelah sesi sambutan selesai, acara resmi dibuka dan diakhiri dengan foto bersama dengan beberapa elemen acara disertai memegang buku hasil dari karya-karya peserta aktif di Joglitfest 2019.
Selanjutnya pada acara pembukaan Festival Sastra Yogyakarta –JOGLITFEST tersebut ditampilkan pula Silampukau dan Jogja Hiphop Foundation (JHF). Sementara Aan Mansur dengan puisi “Makassar”, dan juga Joko Pinurbo dengan puisi “Khong Guan” nya tampil menyelingi pergelaran malam Grand Opening Joglitfest 2019 tersebut.
Sebagai penutup acara, Marzuki Mohammad bersama para punggawa Jogja Hiphop Foundation mendapat sambutan meriah dari ratusan penonton yang berjubel memadati SO 1 Maret. Sepanjang 30 menit, penonton dimanjakan penampilan JHF yang penuh energi. Javanese Collective Hiphop Crew yang didirikan pada tahun 2003 ini tampil membawakan sepuluh lagu. Tiga diantaranya adalah “SOS”, “Jaman Edan”, “Topi Miring”, dan ditutup dengan andalan “Jogja Istimewa”. Penonton makin bersemangat. Mereka menaikkan suara setiap kali memasuki bagian reff lagu.
“Semoga festival ini berjalan setiap tahun. Memang, enggak mungkin langsung jadi dalam penyelenggaraan pertama. Kalau sudah lima tahun baru bisa dinilai apakah festival ini berhasil atau tidak. Kalau bagus lanjutkan, kalau jelek, ya, ditinggal. Namanya festival itu kudu diselenggarakan setiap tahun. Kalau lima tahun sekali, kuwi jenenge kenduren,” pungkas Marzuki sebagai pentolan grup musik yang bermarkas di area Jogja National Museum – Gampingan ini.
Hal serupa juga diungkapkan penampil sebelumnya, Aan Mansyur, yang membacakan puisi bertajuk “Makassar” ini.
“Saya tidak berekspektasi besar terhadap festival, sebab ini masih pertama. Saya hanya berpikir bahwa yang pertama ini memberi ruang bagi banyak hal kepada siapa pun yang terlibat di sini untuk belajar untuk mengadakan festival kedua, ketiga, dan seterusnya. Tapi yang perlu dicatat, Joglitfest adalah kabar gembira bagi Sastra Indonesia.” ungkap penyair yang puisinya dipantik dalam film Ada Apa dengan Cinta 2 ini.
Dalam Festival Sastra Yogyakarta -JOGLITFEST ini bukan saja sebatas pada hiburan semata, karena selain berliterasi, di dalamnya ada banyak aspek pendidikannya juga. Di antaranya adalah bentuk workshop, dongeng anak desa, dan juga apresiasi alih wahana dari sastra ke bentuk lain, baik ke lagu-musik, pun teater. Bahkan juga ke seni rupa. []