Pizza Mediterranea Jogjakarta kali ini mengagendakan untuk memutar film dokumenter garapan Nia Dinata berjudul Unearthing Muarajambi Temples (Muarajambi Bertutur) yang merekam cerita sejarah lintas zaman tentang situs candi Muarajambi di Desa Muaro Jambi, Sumatera.
Sebagai pihak yang sangat mengutamakan sisi kemanusiaan dalam menjalankan usaha bisninya, Pizza Mediterranea Jogjakarta kali ini memberi dukungan dalam bentuk pemutaran film. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Irma dan Kamil selaku pemilik dari Pizza Mediterranea. Bahwa tatkala di Candi Borobudur pihaknya mendapat kesempatan untuk menonton premier film dokumenter “Unearthing Muara Jambi” garapan Nia Dinata, ada perasaan tersentuh oleh sejarah yang begitu kompleks, yang telah menyatukan orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat selama lebih dari seribu tahun.
“Kami juga terpesona oleh dimensi manusia dari situs ini sejak awal sejarahnya. Langsung terbersit di benak kami bahwa JNM Bloc adalah tempat yang tepat untuk memutar film dokumenter ini’, ujar Irma.
Film dokumenter “Unearthing Muarajambi Temples” (Muarajambi Bertutur) ini sejatinya memang telah rilis perdana pada 3 Juni 2023 dalam rangkaian hari Raya Waisak 2023 di Area Candi Borobudur Magelang Jawa Tengah, dan kemudian untuk pemutaran ke duanya dilaksanakan di ARMA Museum Ubud Bali pada tanggal 26 Juli 2023. Karena itu agenda pemutaran oleh Irma ini menjadi kali ke-3 diperuntukkan untuk publik, yaitu diselenggarakan pada tanggal 19 Juli dan 20 Juli 2023 di Jogja National Museum Bloc (JNM Bloc) bersamaan dengan perayaan lebaran seni rupa di Festival Seni Kontemporer ARTJOG yang tempat presentasinya juga ada dalam satu area pemutaran film ini.
Situs Muarajambi adalah kompleks percandian Buddha terluas di Indonesia yang berlokasi di tepi Sungai Batanghari Provinsi Jambi, yang sayangnya hingga saat ini belum banyak diketahui awam.
Menurut penelitian arkeologi teranyar, kompleks Candi Muarajambi dulu tepatnya pada abad 7-13 M difungsikan sebagai mahawihara, atau universitas, atau semacam pusat pengajaran pengetahuan Buddha. Kompleks ini lengkap dengan ruang kelas, ruang tinggal, ruang peribadatan, hingga kanal buatan untuk kebutuhan transportasi. Kini, terhitung ada 11 candi berbatu bata yang telah dipugar dan ratusan reruntuhan lain yang sedang dalam proses pemugaran. Perjalanan pemikir Buddha kanon dunia, seperti I-Tsing, Atiśa Dīpankara, serta Serlingpa Dharmakirti mengakar kuat di Muarajambi. Karena itu maka teramat wajar jika ajaran yang berkembang di Muarajambi menjadi benih beberapa aliran Buddha, khususnya aliran yang telah mekar di Tibet.
Dengan sekilas latar belakang seperti terpaparkan di atas, maka Muarajambi sebagai pusat pengetahuan Buddhisme kenyataannya juga telah melahirkan pemikir-pemikir Buddhist, hingga kemudian menciptakan candi yang berbentuk mandala terbesar di dunia, ialah Candi Borobudur di Pulau Jawa.
Film dokumenter “Unearthing Muarajambi Temples” (Muarajambi Bertutur adalah karya film dokumenter yang proses riset dan penggarapannya dilakukan selama tahun 202 dan diproduksi oleh Kalyana Shira Foundation, Ia mendapat dukungan penuh dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia.
Proses pengambilan gambar dan riset berlangsung di dua negara yakni Indonesia dan India, termasuk di Provinsi Bihar tempat situs Nalanda berdiri serta di Provinsi Himachal Pradesh, kota Dharamsala, tempat pengungsian Dalai Lama ke 14 sejak tahun 1959. India tercantum di film ini alasannya sebab Muarajambi memiliki kaitan amat erat dengan Mahawihara Nalanda, pusat pembelajaran Buddha di Bihar, India.
Muarajambi sebagai pusat pengetahuan Buddhisme melahirkan pemikir-pemikir Buddhist yang akhirnya menciptakan Candi Borobudur di Pulau Jawa, candi yang berbentuk mandala terbesar di dunia.
Tak hanya menyoal warisan budaya masa lampau, film ini juga secara jeli menyoroti bagaimana situs Muarajambi dihidupi oleh bermacam-macam masyarakat dari waktu ke waktu. Alih-alih situs budaya yang statis, Muarajambi merupakan ruang yang sangat hidup. Seperti arus sungai, narasi film “Unearthing Muarajambi Temples” akan membawa penonton menelusuri sejarah masa lalu hingga kini, sejak kejayaan Sriwijaya, hingga situasi situs Muarajambi terkini yang menjadi ruang hidup masyarakat adat Islam asli Jambi dan segala tradisinya.
Sejak direstorasi, selain difungsikan sebagai situs edukasi dan pariwisata, kompleks candi kembali dipakai sebagai tempat peribadatan umat Buddha. Selain itu, di kompleks ini acap kali digunakan komunitas umat beragama lain sebagai tempat untuk melakukan pembelajaran non formal. Hal ini menjadi sebuah gambaran bagaimana ajaran kebaikan dan toleransi diwariskan turun temurun, meski dilakoni oleh masyarakat yang berbeda-beda.
Hilmar Farid yang merupakan Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI menyatakan bahwa peradaban Muarajambi ini menjadi bagian dari peradaban yang lebih besar, peradaban Batanghari. Dan itu mulai dari hilirnya sampai ke hulunya di Dharmasraya. Sepanjang 800 km itu peninggalannya begitu banyak. Ini yang sekarang ingin kita angkat.
“Pada saat bersamaan kita tak ingin ini cuma menjadi urusan teknisnya orang Cagar Budaya. Masyarakat tentu harus juga terlibat di level yang lebih spiritual dan kultural,“ tutur Hilmar Farid.
Sementara itu Nia Dinata selaku sutradara film menjelaskan bahwa ia sangat menyayangkan kenyataannya banyak dari kita tidak tahu apaapa soal situs Muarajambi, bahkan saya tidak pernah mengenalnya saat masih sekolah dulu. Padahal itu menggambarkan betapa megah dan majunya peradaban dan pemikiran spiritual nenek moyang kita. Karena itu, sebenarnya akan ada lebih banyak isu yang ikut dibicarakan di film ini, tapi rasanya toleransi jadi salah satu suara paling kuat.
“Selama syuting, saya merasakan kehidupan sehari-hari masyarakat di sana penuh kedamaian dan penerimaan sekaligus menjadi pengingat masyarakat Indonesia saat ini akan indahnya toleransi,” papar Nia Dinata.
Unearthing Muarajambi Temples merupakan film yang terinspirasi dari buku “Mimpi-Mimpi dari Pulau Emas” (Dreams from The Golden Island) yang ditulis Elizabeth Inandiak bersama masyarakat Desa Muaro Jambi.
Dengan mengusung semangat serupa, selama pengerjaan dokumenter ini, tim Kalyana Shira Foundation mengajak beberapa anak muda dari beberapa komunitas desa untuk berkolaborasi. Dalam konteks praktik sinema, kolaborasi ini bisa dilihat sebagai usaha tim Kalyana Shira Foundation untuk menghindari mengobjektivikasi masyarakat Muaro Jambi. Alih-alih demikian, film ini bisa dimaknai sebagai karya bersama, antara tim produksi film dengan masyarakat yang kini hidup di sekitar kompleks Candi Muarajambi.
Film ini sangat mungkin bisa dinikmati tak hanya oleh para pecinta sejarah, namun juga penonton dengan ragam latar belakang. Mengingat nilai universal dari ajaran Buddha yang diwariskan dari situs Muarajambi merupakan asupan pengetahuan serta bahan refleksi penting bagi semua khalayak. Oleh karena itu, Hilmar Farid berharap agar warga desa Muaro Jambi tetap memegang peran utama dalam pelestarian candi Muarajambi ini, menjadi bagian dari keseharian mereka untuk memuliakan kembali warisan sejarah juga lingkungan dan memastikan akan tetap lestari sampai akhirnya zaman.
Ada begitu banyak nilai yang dapat diambil dari film dokumenter ini, seperti nilai toleransi antar sesama dan kesempatan untuk mempelajari sejarah serta pengetahuan budaya Indonesia dengan lebih mendalam. Nilai-nilai ini perlu disebarkan dan dipegang teguh oleh generasi muda kita.
Selain versi feature-length (atau versi dengan durasi Panjang), Film Unearthing Muara Jambi Temples juga akan ditayangkan dalam bentuk serial pendek sebanyak 8 episodedi Kanal Indonesiana TV, sebuah streaming service milik Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, dalam waktu dekat. Masing-masing episode akan menggali berbagai cerita seputar Candi Muarajambi. Seperti menyibak sedikit demi sedikit harta karun Indonesia, Situs Percandian Muarajambi.
Guna menikmati film Unearthing Muarajambi Temples untuk putaran kali ketiganya, khalayak bisa datang ke Pizza Mediterranea Jogjakarta yang agenda pemuatarannya dilakukan selama 2 hari berturut-turut dan diperuntukkan bagi umum dengan tanpa dikenakan biaya alias GRATIS. Hanya saja diperlukan registrasi terlebih dahulu, yaitu melalui tautan bit.ly/RegistrasiPemutaran, untuk kemudian penonton bisa datang ke area JNM Bloc pada 19 & 20 Juli 2023 pukul 19.00 WIB dan diwajibkan hadir 30 menit sebelum jam pemutaran. []