Namun kenyataannya ada yang sedikit berbeda dari kebanyakan, yang itu sekaligus menjadi ciri-khas pembeda Pondok Pesantren yang letaknya memang tak jauh dari aliran Sungai Opak di bagian timur Yogyakarta tersebut. Salah satu perbedaan tersebut adalah dihadirkannya aktivitas terkait dengan peringatan tahun baru 1441 Hijriah, yang pada pelaksanaannya kali ini diisi ragam program acara selama satu bulan.
Rabfkaian acara sebulan lamanya tersebut dihelat dengan dasar bahwa pergantian tahun baru Islam menjadi momen tepat guna mengusung semangat persatuan sekaligus untuk menjaga keberlangsungan warisan berujud kearifan tradisi dalam hal memuliakan bulan Muharam itu sendiri. Di samping itu, acara-acara yang dihadirkan adalah juga sebagai representasi ide, gagasan dan etos umat Islam dalam menjaga syariat Nabi Agung Muhammad SAW.
Sikap menjaga syariat Nabi ini tentu menjadi hal utama dan tak bisa ditawar-tawar lagi. Karena tatkala harus dikembalikan pada acara perayaan tahun baru Hijriah, maka yang menjadi dasar tentu saja adalah peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah menuju Madinah, yang apabila dihitung dari kalendar Masehi maka menunjukkan pada angka 622M.
Selain perihal hijrahnya nabi Muhammad, ketika kita mau merunut catatan sejarah, maka dapat kita temukan benang-merahnya, bahwa perihal Muharam sebagai waktu awal dari tahun Hijriah ini sejatinya juga terdapat banyak peristiwa besar sebagai sejarah yang tak bisa dilupakan. Ia ada seolah menjadi masa ‘pepeling’ agar kita tetap selalu ‘eling’.
Peristiwa-peristiwa di bulan Muharam itu antara lain adalah kala diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran Raja Fir’aun, waktu keluarnya Nabi Yunus AS dari perut ikan paus, saat disembuhkannya sakit yang diderita oleh Nabi Ayub, dan masih banyak lagi sejarah lain yang patut dibaca ulang terkait bulan Muharam ini.
Artinya, ketika selalu ingat akan catatan sejarah pun ragam peristiwa yang telah terjadi tersebut, sudah selayaknya kita bisa mengingat pula perihal tanda-tanda kebesaran Allah SWT, sekaligus menyadari lajunya waktu yang sangat signifikan dengan hadirnya bulan Muharam bagi kehidupan, khususnya bagi umat muslim. Pada akhirnya, ada harapan besar bagi umat Islam untuk tetap bisa melaksanakan anjuran-puasa sunnah dan memperbanyak amal ibadah selama bulan Muharam.
Mengenai sebutan Bulan Muharam tersebut, dalam tradisi masyarakat Jawa ia biasa pula disebut sebagai sasi Sura, sebagaimana juga telah tercantum dalam kalendar Sultan Agungan. Dan berbicara terkait dengan masyarakat Jawa, sejatinya telah ada ragam tradisi dalam hal penyambutan dan pemuliaan bulan sura ini. Contohnya adalah terdapatnya warga masyarakat Yogyakarta yang pada setiap malam 1 Suro selalu rutin menggelar laku tapa bisu sambil berjalan mengelilingi tembok Keraton, kemudian pada pagi harinya masih disusul pula dengan mengadakan upacara Grebeg Suro. Tak bisa dinafikan bahwa upacara -upacara yang dilaksanakan masyarakat Jawa seperti itu sejatinya adalah bagian dari wujud apresiasi masyarakat Jawa (dalam hal ini Jogjakarta) atas keutamaan yang ada di bulan Muharam.
Dari sini dapat disimpulkan, bahwa inti dari ritual tersebut tak lain adalah sebagai sarana guna memupuk keimanan sekaligus menciptakan ruang sosialisasi sesama manusia. Di kondisi ini ada habluminallah keterhubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, sekaligus juga habluminannas yang merupakan manifestasi hubungan antarmanusia itu sendiri.
Menyadari adat pun tradisi yang telah ada di tengah masyarakat, maka guna tetap menjaga keberlangsungan warisan kearifan tradisi dalam memuliakan bulan Muharam ataupun Sasi Sura, diadakanlah acara perayaan peringatan yang bertajuk “Bulan Syiar Muharam 1441 H” di Komplek Pondok Pesantren Kaliopak, dengan mengusung tema utama “Bangkitnya Sura Kami”.
Terkait dengan acara tersebut, maka mengenai agenda pembukaan acaranya dilaksanakan pada hari Sabtu 7 September 2019 dengan menghadirkan Gelar Pameran Seni Rupa “LIR ILIR” yang juga dimeriahkan dengan parade musik shalawat serta pembacaan puisi. Selain itu, pada setiap akhir pekan diadakan pula beragam kegiatan berbeda yang antara lain adalah sarasehan dan diskusi dengan tajuk “Islam Berkebudayaan”.
Acara puncak akan dihelat pada hari Sabtu, tanggal 28 September 2019 dengan sajian pagelaran wayang kulit yang membawakan lakon “Jumenengan Parikesit” persembahan dari Ki Dalang Sigit Wahyu Saputro. Pagelaran wayang kulit ini menjadi penanda ditutupnya rangkaian kegiatan bulan syiar Muharam 1441 H yang suluruhnya dilaksanakan di Komplek Pondok Pesantren Kaliopak dengan alamat di Jl.Wonosari Km. 11,5 -Ds Klenggotan RT 04, Srimulyo, Piyungan, Bantul, Yogyakarta. []