ROARGAMA 4.0 atau Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0, menjadi acara yang malam itu mulai dilaksanakan pada pukul 19:00 WIB dengan Tari Kangen dari Pulung Dance Studio, gamelan menjadi benang merah yang menghubungkan satu penampil dengan penampil lainnya, yang memiliki latar belakang dan jenis musik yang beragam.
Sebelum masuk ke reportoar gamelan selama sekitar dua setengah jam dengan beragam penampil tersebut, disampaikan beberapa sambutan dari Dekan FISIPOL UGM Prof. Erwan Agus Purwanto, Dekan FIB UGM Dr. Wening Udasmoro, M.Hum, DEA, dan Menteri Sekretaris Negara RI, Dr. Drs. Pratikno, M.Soc.Sc.
Dalam sambutannya di acara ROARGAMA 4.0 tersebut, Dr. Drs. Pratikno, M.Soc.Sc. mengharapkan apa yang diselenggarakan FISIPOL dan FIB UGM dalam rangka memperingati Lustrum ke-14 UGM dan Dies Fisipol UGM ke-64 ini dapat disambut di daerah-daerah lain.
“Karena ini di Yogyakarta, maka gamelan dijadikan yang anchor budaya, sehingga bernama Archipelago: Gamelan 4.0 (ROAR GAMA 4.0), maka kalau misalnya di Bandung, bisa jadi Archipelagiu: Angklung ROAR UNPAD atau ROAR ITB,” tutur Pratikno.
Sebelum Mantra Vutura naik panggung sebagai penampil perdana di, dilaksanakan Awarding Lifetime Award dari ROARGAMA 4.0 kepada Ki Trimanto, atau setelah mendapat penghargaan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X karena jasa-jasanya di bidang seni budaya, mendapat gelar Empu Triwiguna.
Empu Triwiguna mendapatkan anugerah Lifetime Achievement Award ini karena pengabdiannya yang tanpa henti seni dan budaya Indonesia, khususnya gamelan. Sebagai seorang empu pembuat gamelan, beliau memiliki idealisme yang luar biasa. Konon, beliau lebih memilih sama sekali tidak membuat gamelan, ketimbang menghasilkan perangkat gamelan yang berkualitas buruk. Selain gamelan, karya-karya monumental beliau antara lain Bende Millenium yang dipasang di Taman Impian Jaya Ancol, serta Bedug Kyai Ijo yang saat ini ada di Masjid Agung Tasikmalaya. Lifetime Achievement Award untuk Empu Triwiguna diterima oleh putri beliau Elisabeth Elly Suryana Ati.
Selanjutnya berkaitan dengan pelaksanaan pagelaran ini, Ishari Sahida selaku mitra kreatif ROARGAMA 4.0 menjelaskan bahwa penekanan acara ini adalah lebih tentang bagaimana anak-anak muda mengelola kebudayaannya. Hal tersebut diwujudkan dengan mengusung lima kelompok musik yang lagu-lagunya digemari anak-anak muda hari ini, yaitu Mantra Vutura, Tashoora, Letto, FSTVLST, dan OM New Pallapa bersama Brodin sebagai pamungkas acara. Kemudian pada karya-karya mereka diperkaya dengan orkestrasi gamelan.
“Biasanya yang terjadi adalah band-band bermain diiringi orkestrasi barat, kali ini dibuat band- band tersebut membawakan karya mereka dengan diiringi orkestrasi timur, dalam hal ini gamelan.” jelas pria yang kerap disapa Ari Wulu ini.
Mantra Vutura dipilih untuk tampil di ROARGAMA ini karena selain mereka digawangi anak-anak muda, musik mereka juga mencerminkan masa depan, impian, dan harapan.Tashoora dipilih karena musik-musiknya menawarkan kecemasan-kecemasan remaja dan anak muda dengan kritik-kritiknya. FSTVLST dianggap mewakili mereka yang muda, beringas, punya tekad, dan punya tujuan jelas yang disematkan. Letto, diharapkan menggambarkan tahapan yang telah mapan, tentram, tenang, dan alus. Sementara untuk penutup yaitu OM New Pallapa bersama Brodin, diusung sebagai sarana mengajak semua bersama-sama merayakan kehidupan, setelah semua tahapan tersebut dilewati.
“Anak muda hari ini lebih menyadari peranan nusantara untuk dirinya,” ungkap Ari Wulu.
Hal itu disampaikan Wulu ketika melihat bagaimana anak-anak muda masa kini makin banyak yang mengapresiasi musik-musik tradisional Indonesia, dalam hal ini gamelan dan dangdut.
Di sela-sela penampilan band-band tesebut, diselipkan karya-karya komposisi gamelan dari para komposer muda yaitu Sudaryanto, Welly Hendratmoko, M.Sn., dan Anon Suneko, M.Sn yang dibuat hanya khusus untuk ROAR GAMA 4.0 ini. Mereka adalah komposer muda gamelan yang potensial di Yogyakarta. Ini adalah cara ROARGAMA 4.0 mengakomodasi musisi-musisi muda yang inovatif dan memberi ruang bagi mereka untuk berkarya.
Semua para penampil tersebut diiringi tiga pangkon (tiga set) gamelan, yang terdiri dari dua set gamelan pentatonis, dan satu set gamelan diatonis. Gagasannya ini seperti susunan ansamble orkestra barat, berdasaran perkusi, alat musik gesek, tiup, dan sebagainya. Dengan gamelan disusun seperti itu, ROAR GAMA 4.0 mencoba memberikan tawaran baru dalam penyuguhannya.
“Gamelan itu bukan hal yang dulu ada kemudian sekarang dilestarikan. Gamelan ada di setiap zaman, karena gamelan itu membuat jamannya sendiri. ROAR GAMA 4.0 adalah salah satu peristiwa dan bukti bagaimana gamelan sedang membuat jamannya sendiri,” pungkas Ari Wulu.
Pernyataan Ari Wulu tersebut dapat dilihat buktinya di ROAR GAMA Exhibition, pameran seni dari para seniman kolaborator ROAR GAMA 4.0, yaitu Venzha Christ, Yudianto Asmoro, dan Bayu Bawono yang akan bermain-main dengan alam pikir, bunyi, dan frekuensi dalam karya “DIY Radio Astronomi”. Pameran ini terletak di salah satu sudut Lapangan Grha Sabha Pramana, dan digelar selama acara berlangsung.
Sehari sebelumnya, masih dalam rangkaian ROAR GAMA 4.0, di Gedung PKKH UGM digelar workshop Srawung Sandhing Gamelan oleh Gamelan Mahasiswa Sastra Jawa FIB UGM (GAMASUTRA) pada pukul 15:00 – 17:00 WIB. Di workhsop ini yang terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya ini, para peserta tidak hanya diberi pelatihan cara bermain gamelan, namun juga diajari bagaimana unggah-ungguh ketika akan dan sedang bermain gamelan.
Seiring berakhirnya lagu terakhir dari OM New Pallapa bersama Brodin, gelaran Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0 (ROAR GAMA4.0) resmi berakhir. Semoga persembahan yang disuguhkan malam ini bisa memberikan insipirasi dan pemahaman baru mengenai bagaimana sejatinya gamelan yang selalu berkelindan dengan ruang dan waktu, sehingga selalu membuat jamannya sendiri, bagi setiap generasi. []