Dalam menikmatinya, kita tak perlu lagi harus ke negara Filipina sebagai tempat tinggal para seniman tersebut. Pasalnya karya instalasi seni visual “Electropicalia” ini juga sudah dapat disaksikan oleh khalayak umum, bahkan juga gratis, yaitu bertempat di Loop Station Yogyakarta, dengan waktu seiring pelaksanaan Festival Video Mapping, 26 Juli hingga 5 Agustus 2019, pukul10.00 hingga 21.00 WIB.
Ketika harus membahas perihal instalasi seni cahaya berjudul “Electropicalia” ini, sepertinya tiada salah ketika kita juga harus memulainya dari kesadaran bahwa dalam perjalanan hidup kita ini, mau tidak mau, kita akan selalu berhadapan dengan berbagai pilihan. Artinya, sebagai makhluk yang memiliki takdir hidup, maka kita sebagai manusia ini tentu akan selalu mendapatkan bermacam kesempatan dalam memilih dan sekaligus menentukan, yang itu tentu sesuai degan sudut pandang masing-masing. Sehingga, baik atau buruknya sesuatu yang ada di dunia ini, tentu kan tergantung juga pada bagaimana kita sebagai manusia ini memandang segala sesuatunya.
Pun dengan yang hendak disampaikan oleh Mvltiverse dalam memberikan pehaman pada masyarakat terkait instalasi seni cahaya “Electropicalia” ini. Bahwa apapun argumen yang keluar dari mulut kita, kenyataannya sesuatu itu akan bisa dilihat bergantung dari sudut pandang mana yang dipilih. Dan hal semacam itulah pada akhirnya yang melatar-belakangi Mvltiverse dalam mempresentasikan karya seni instalasi visual berjudul “Electropicalia”.
Dalam pameran “Electropicalia” garapan Mvltiverse, terlihat sejumlah empat jaring digantung pada posisinya masing-masing, di mana jaring tersebut difungsikan sebagai penangkap cahaya dengan diproyeksikan oleh beberapa proyektor yang diletakkan pada sudut berbeda. Selanjutnya, pengunjung akan bisa memperoleh pandangannya sendiri ketika mencoba salah satu sudut guna melihat karya ini. Padahal, apa yang ditampilkan di sana merupakan satu kesatuan kisah yang terlihat berbeda jika hanya dilihat dari satu sudut pandang saja.
Hasil sebagaimana dipaparkan pada paragraf sebelumnya kenyataanya bisa dirasakan oleh salah seorang pengunjung, sebut saja Muhammad Tofan, saat menyaksikan karya dari Mvltiverse. Pengunjung tersebut menyatakan bahwa “Electropicalia” memberi gambaran baru baginya dalam menikmati sebuah karya seni. Ia seolah diajak berinteraksi untuk memilih sudut pandang mana yang ingin dipilihnya dalam menikmati sesuatu hal yang disampaikan seniman.
“Untuk kisahnya sendiri jujur saja saya belum menangkap sepenuhnya. Namun, menariknya dari karya ini (Electropicalia), kita sebagai penikmat karya seni seakan-akan seperti diberi pilihan dalam menangkap kisah yang ada di dalamnya. Ini adalah suatu hal yang sangat menarik untuk disimak. Selain itu, bagi saya sendiri, karya instalasi visual yang adalah sesuatu hal yang baru, karena kita tidak dapat menemukan hal serupa di galeri-galeri seni ataupun di pameran seni lainnya. Dan saya baru menemukan karya seperti ini di SUMONAR,” papar Tofan.
Derek Tumala selaku Leader dari tim Mvltiverse memaparkan bahwa seiring dengan apa yang diperoleh pengunjung Pameran Seni Instalasi Visual SUMONAR 2019, sebagai contoh adalah mengenai “Electropicalia”, memang sejak awal penciptaannya, ia memiliki tujuan untuk memberikan sensasi tersebut ketika menikmati sebuah karya seni. Melalui karya ini, Derek bersama timnya di Mvltiverse hendak mempresentasikan tentang apa yang terjadi –dan bagaimana keadaaanya identitas modern di Filipina saat ini.Dalam karyanya, mereka menampilkan unsur-unsur kelokalan, misalnya buah nanas, pohon, dan masih banyak lainnya.
“Melalui ‘Electropicalia’ kami ingin membuat sesuatu yang futuristik namun masih ada unsur Filipinanya di sini para pengunjung bisa melihat hologram 3D dengan menggunakan media jaring untuk menangkap cahaya dari proyektor. Sebenarnya yang kami tampilkan sama, tapi jika diletakkan di sudut yang berbeda, hasil yang ditampilkan bisa jadi beda,” pungkas Derek.
Kecuali keinginan untuk memaparkan peihal “Electropicalia”, Derek juga ingin menyampaikan perihal SUMONAR sebagai festival video mapping pertama di Indonesia adalah juga merupakan satu hal yang sangat positif dan perlu disimak oleh khalayak luas. Maka dari itu, ia bersama kawan-kawannya di Mvltiverse sangat memberikan apresiasi untuk bisa tergabung dalam penyelenggaraan SUMONAR ini.
“Ini adalah pertama kalinya kami terlibat di SUMONAR. Menurut saya, festival seperti ini harus tetap konsisten dilakukan dan melibatkan lebih banyak lagi seniman dari berbagai daerah di Indonesia maupun dunia. Saya berharap festival ini terus berlanjut,” jelas Derek.
Roby Setiawan yang berlaku sebagai Art Director pada Pameran Instalasi SUMONAR 2019 juga menambahkan, bahwa karya-karya yang disajikan dalam Pameran Instalasi Seni Cahaya SUMONAR 2019 ini sifatnya adalah interaktif. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan interaksi yang terjadi antara pengunjung dengan karya-karya yang dipamerkan di sana.
Sementara untuk pemaran seni instalasi visual tahun 2019 ini, pihaknya menampilkan sederet karya yang diciptakan oleh Lepaskendali x Zianka Media, Doni Maulistya, Ismoyo R Adhi, Fanikini, Luwky, Raymond Nogueira/Rampages (Macau), Studio Batu, Uji “Hahan” Handoko, Anung Srihadi x Ruly “Kawit” Prasetya x Dani Argi, Mvltiverse (Derek Tumala & Clarissa Gonzales) dan Lintang KRP x SIR. [uth]
**Informasi lain bisa langsung disimak di situs jogjavideomapping