Dan satu di antara pertunjukan pada BWCF tersebut adalah Solo Performance “Babad Bhoma” yang bakal dilakoni oleh Jamaluddin Latif bersama Tim JARINGPROject, dengan agenda pementasannya pada hari Jumat tanggal 22 November 2019 sekira pukul 19:00 WIB, dengan lokasi berada di Bukit Rhema – Gereja Ayam, Borobudur, Magelang
Solo Performance “Babad Bhoma ini menjadi salah satu pertunjukan yang masih sangat relevan difungsikan guna menyampaikan pesan, baik secara tersurat pun tersirat, termasuk di dalamnya adalah pesan mengenai sejarah, di mana; sejarah tersebut acapkali masih berlangsung dan snagat terkait dengan beberapa kondisi masa kini.
Dan Solo Performance “Babad Bhoma”, di dalamnya juga menyajikan ‘tubuh-tubuh performer’- mampu terkirimkan cerita, sekaligus tersampaikan pesan.
Pertunjukan Solo Performance “Babad Bhoma” ini sendiri berangkat dari Bhomantaka, atau dikenal dengan nama Bhomakawya. Yaitu satu kakawin yang berkisah tentang kematian Bhoma, untuk kemudian kisah ini dipadu dengan kisah kelahiran Bhoma yang dipungut dari kisah-kisah mitologis -sebagaimana yang masih dipercaya di kalangan masyarakat Hindu-Bali.
Kata Babad dalam pertunjukan ini juga sekaligus merujuk pada dua pengertian; teks kronik (sejarah) dan membuka lahan baru (membuka hutan). Kedua pengertian ini digunakan untuk melontarkan ide dan pemikiran yang melingkupi pertunjukan ini.
‘Babad Bhoma’ juga menjadi karya yang menyajikan sebuah sejarah-kakawin, yang salah satunya merupakan perwujudan cinta-buta terhadap kecantikan Ibu Pertiwi.
Sebagai satu karya baru, wujud ‘Cinta Buta’ terhadap Ibu Pertiwi pada Babad Bhoma tersebut digambarkan pula dengan memuat tema kekinian, yang di antaranya adalah perihal pembabatan dan perambahan hutan.
Sementara ketika dipandang secara bentuk, pertunjukan Solo Performance “Babad Bhoma” ini merupakan solo performance alias pertunjukan tunggal yang menggunakan tubuh performer sebagai tubuh-narasi dan tubuh-instalasi, yaitu tubuh yang menyampaikan cerita secara verbal dan tubuh yang menjadi instalasi visual. Serupa dengan sudut pandang secara ‘wujud karya baru’ di atas, maka dengan dua strategi ( tubuh-narasi dan tubuh-instalasi) ini, tubuh digunakan sebagai media penyampai interpretasi terhadap kakawin dan mitologi, yang keduanya pun dikontekstualisasikan serupa, yaitu konteks yang tak jauh dengan praktik perambahan hutan di Indonesia.
Hal di atas dilakukan mengingat kasus-kasus perambahan hutan seolah tak tersentuh lagi, padahal dampaknya seudah sangat nyata dirasakan. Bukan saja pada skala besar yang menimbulkan dampak pemanasan global, namun lebih dari itu adalah juga skala di bawahnya yang acap memunculkan perkara lain. Export kabut asap ke negara tetangga menjadi hal lain yang tak kalah pentingnya.
Karenanya memalui ‘Babad Bhoma’, pertunjukan ‘Solo Performance’ ini diharapkan bisa memberikan pandangan dan pemahaman pada audiens.
Pandangan itu berupa pesan pengetahuan perihal sejarah-kakawin yang sejatinya sarat-makna. Salah satunya adalah bahwa kesemena-menaan terhadap alam menjadi tindakan yang tak berguna dan tak membawa faedah sama sekali. Dampak buruh yang timbul bahkan hingga berujud kematian.
Sebagai pelaku dari Solo Performance “Babad Bhoma” yang digelar dalam event Borobudur Writers & Cultural Festival (BWCF) tahun 2019 ini adalah Tim JARINGPROject, hanya saja karena berbagai kegiatan dalam berkarya, tak semua anggota tim bisa turut terlibat di dalamnya. Di antara mereka adalah Jamaluddin Latif sebagai aktor (Performer), Ibed Surgana Yuga selaku penulis naskah dan sutradara, Ari Wulu yang merupakan penata suara & musik, dan Sugeng Utomo sebagai penata cahaya.
JARINGPROject sendiri merupakan satu nama identitas tim yang terbentuk pada 19 Juni 2016, yang sejatinya sejak tahun 2013 para personilnya secara alami telah sering terlibat dan melibatkan diri dalam berbagai event kesenian di Yogyakarta, baik seni pertunjukan ataupun seni rupa. Dalam kurun waktu 4 tahun tersebut, selain pekerjaan yang ada di area Yogyakarta, banyak juga job luar kota bahkan manca negara yang tetap dikerjakan secara bersama.
Beberapa produksi hasil garapan Tim JARINGPROject adalah ‘Menjaring Malaikat’, ‘Sekar Murka’, dan ‘Rest in Blues’ (Toilet Blues), serta pembacaan naskah di IDRF. []